11.06.2006

Up date Kronologi Perlawanan Rakyat Mollo

UPDATE!!

Kronologi Semi Lengkap dari Lapangan

Aksi Tolak Tambang Ds.Kuanoel, Kec.Fatumnasi, TTS

Kronologi sebelumnya merupakan versi wawancara dari telpon dan sms, sehingga kurang detil. Sebagai pembanding disini diberikan kronologi yang lebih lengkap untuk beberapa bagian terutama untuk peristiwa tanggal 2 November 2006.

Kamis 2 Nov 2006: Perempuan-perempuan Pemberani, yang tidak gentar menghadapi PISTOL, PARANG dan PISAU dari Para Preman Penjaga Modal

Pukul 10:00-11:30 WITA

Sembilan orang perempuan sedang menduduki batu di lokasi tambang: Martha Anin, Veronika Bai, Afliana Sau, Vince Oematan, Elma Delasfeto, Mince Taklale, Rince Taklale, Halena Anin dan Maria Taklale. Vince sedang menenun di bawah terpal, sedang yang lainnya duduk di atas batu dan menyanyi. Tiba-tiba muncul Patje Lona (preman lokal yang bekerja sebagai Pimpro PT.Teja Sekawan di Kuanoel) bersama Neri Oematan (salah satu preman lokal yang bekerja), Sam Oematan, Ody Sila, Edi Nifu dan orang-orang Jawa yang menjadi pekerja PT yang sudah mengenakan seragam kerja lengkap, termasuk helm proyek dan masker. Mula-mula mereka isi BBM di mesin bor, tarik selang dari pompa air. Lalu Ody Sila meminta permisi pada mama-mama yang duduk di batu karena mereka mau mulai kerja,”Tolong buka terpal, kami mau kerja.” Tapi mama-mama tidak jawab. Mereka tetap tarik selang ke atas batu, pasang dua aliran: ke arah batu yang diduduki mama-mama dan batu yang diduduki Veronika Bai. Mereka mulai bongkar terpal sendiri, saat tarik bambu yang jadi penyanggah terpal hampir bambu itu mengenai mama-mama yang duduk di situ. Terpal-terpal tersebut pun terobek. Kemudian, mereka juga bongkar patok-patok tenun. Mama-mama tetap diam. Setelah itu dua orang pekerja (Neri Oematan dan Okran Mnune) mulai kerja di batu yang diduduki Veronika. Veronika tetap tidak bergerak. Mereka langsung pasang bor dan kerja di batu itu. Sedangkan preman yang bawa parang dan Patje berkeliling sambil mengancam dengan kata-kata dan gerakan yang seakan-akan hendak mengeluarkan parangnya. Sedangkan yang lainnya hanya duduk-duduk di atas batu.

Pukul 11:30-12:00 WITA

Aleta Baun tiba di lokasi. Patje yang sedang berkeliling mengeluarkan pistolnya dan menyuruh pekerja untuk tetap bekerja,”Kerja! Ini hari mau mati, mati! Karena kita sudah punya senjata.” Aleta melihat bahwa 3 orang mama: Veronika, Mince dan Marselina, sudah dipenuhi debu dari pengerjaan bor batu. Aleta menegur pekerja untuk berhenti bekerja sebab mama-mama itu sama sekali tak terlindung dari debu. Tapi Patje menyuruh pekerja untuk tetap kerja sambil menghardik Aleta,”Kau punya hak apa di sini?” Para pekerja dengar komando Patje dan tetap kerja. Aleta coba menarik tangan Okran, Patje datang dan mulai mengancam untuk memukul Aleta. Katanya,”Untung kamu perempuan!” dan mengepalkan tangan ke muka Aleta, mengancam untuk pukul. Tanpa disadari Aleta, salah seorang preman berdiri di belakang Aleta dan hendak mencabut parangnya. Serentak semua perempuan yang ada di situ berteriak dan menyerbu preman tersebut. Preman yang berasal dari Amanatun itu lari dan sejak saat itu ia menghindar dari lokasi. Sam Oematan ganti mengancam Aleta dan hampir memukul Aleta. Pada saat itu laki-laki mulai berdatangan.

Pukul 12:00-15:00 WITA

Oleh jumlah massa yang terus bertambah banyak, keadaan mulai kacau. Pekerja menghentikan pengeboran. Ety Anone yang datang dan melihat Patje menegurnya,”Patje, kenapa kamu kerja hari ini?” tapi Patje mengusirnya. Ety kemudian mendatangi Neri Oematan,”Neri, mulai hari ini saya tidak lihat kau kerja tanah di belakang sini. Saya atoin amaf berhak!” tapi Neri membantah dan menghina Ety sebagai perempuan yang tidak punya hak. Mereka bertengkar hingga Neri meninggalkan Ety. Ety lalu bertemu Ody Sila dan Patje yang bertanya tentang Aleta. Ety mencari Aleta untuk bersama-sama menghadapi Ody dan Patje. Pada saat bertemu Aleta, Ety mengajaknya menemui Patje tapi Aleta menolak. Bersama perangkat aksi yang lain menenangkan massa. Saat itu, para perempuan yang ada di lokasi mulai melancarkan protes keras hingga mengeluarkan payudara mereka berhadapan dengan alat tajam dan pistol yang ditunjukkan oleh para preman dan pekerja. Anggota Linmas bekerja keras dan pada akhirnya berhasil meredakan situasi. Pada saat reda itulah Atri Oematan dan Nathan Taklale (Koordinator Linmas) datang dan mengajak Aleta menemui para pekerja dengan mengatakan bahwa para pekerja ingin berdiskusi baik-baik dengan Aleta. Menurut Linmas, Patje berkeinginan untuk menghentikan kerja tambang sementara sampai senin berikut, sambil menunggu keputusan bupati. Belum sempat Aleta diberitahu, Lodia Oematan menyela dan membatalkan pemberitahuan itu. Belakangan diketahui bahwa sebenarnya Patje pada saat itu sedang bersiap untuk langsung menangkap, mengikat dan mencelakakan Aleta. Sebab tanpa Aleta massa dengan sendirinya akan pulang. Sehingga Aleta memilih untuk kembali ke tenda.

Deki Bai yang kebetulan duduk di atas batu besar dan melihat Aleta, ikut diancam. Patje mengancam akan memukulnya. Selain Aleta dan Deki, Veronika Bai yang tetap duduk di atas batu yang sedang dibor juga mendapat ancaman. Patje bahkan menunjukkan pistol padanya sambil mengatakan,”.....” (red-belum dilengkapi). Mama Mince yang duduk di batu yang lain juga ikut diancam. Kepadanya ditunjukkan parang.

Pukul 15:30-17:00 WITA

Kondisi tenang hanya berlangsung sebentar. Pukul 15:30 semua mesin mulai dihidupkan kembali. Excavator, bor dan pompa air dibunyikan serempak. Massa menegur mereka untuk berhenti, tapi tidak diindahkan. Mama-mama mendekati para pekerja dan menegur mereka untuk berhenti, tapi mereka tidak berhenti kerja. Pada saat itu polisi datang. Pekerja terus bekerja sedangkan preman mondar-mandir tapi tidak lagi menunjukkan alat tajam maupun pistol mereka. Lodia sempat terkena alat bor yang diangkat oleh Okran saat ia berusaha menegur Okran untuk berhenti. Akibatnya bibir Lodia terluka.

Di luar lokasi, Dominggus Soares (suami Veronika Bai) meninggalkan kerumunan dengan maksud membeli rokok di dekat Gereja Tailkoti. Ia bertemu Ody Sila di tengah jalan yang kemudian mengancamnya,”.....” (-Red Belum lengkap)

Polisi kemudian menghentikan pekerjaan bor batu dan meminta semua orang untuk berkumpul di lokasi tenda. Tapi para pekerja dan preman tidak mau turun. Mereka tetap di base camp mereka. Sedangkan Kasat.Reskrim Polres TTS, Yeter Selan, mulai memimpin pembicaraan dengan massa aksi. Sejak saat itu tidak ada lagi proses kerja dilakukan oleh para pekerja.

Pukul 17:00-17:30 WITA

Setelah selesai pembicaraan di lokasi tenda, polisi meninggalkan Kuanoel kembali ke Soe. Dari pihak pekerja, hanya Patje Lona yang kembali ke Soe, sedangkan pekerja dan preman lainnya (kurang lebih 19 orang) tetap berada di base camp.

Kupang, 6 November 2006

Divisi Advokasi dan Pengembangan Isu

PIKUL Kupang

Engin ummæli: