4.12.2007

Ancaman Terhadap Aktivis

Kupang, 9 April 2007

Ancaman dan intimidasi terhadap aktivis pendamping (Aleta Ba'un atau Mak Leta) yang selama ini gigih berjuang bersama masyarakat desa Kuanoel-Fatumnasi melakukan perlawanan terhadap PT. Tedja Sekawan Surabaya masih terus terjadi. Seperti telah diinformasikan sebelumnya, intimidasi terakhir dialami oleh Mak Leta dan keluarga pada hari Jum-at (30/3/07) dan Minggu (1/4/07) dini hari lalu dimana rumah Mak Leta telah dilempari para preman. Akibat dari kejadian ini, beberapa kaca depan rumah Mak Leta hancur berantakan.

Meskipun demikian, Mak Leta dan beberapa orang yang berada didalam tetap melakukan perlawanan dengan kekuatan yang dimiliki. Mak Leta dan keluarga, masih enggan meninggalkan rumah dengan beberapa alasan. Namun demikian, intimidasi yang terjadi saat ini hampir saja merenggut nyawanya. Kejadian ini terjadi pada hari Sabtu (7/4/07) petang lalu, ketika Mak Leta dalam perjalanan pulang dari Desa Bonleu.

Berikut adalah kronologi kasus yang diceritakan Mak Leta melalui telephone selulernya:

Pukul 17.30-17.45 WITA
Aleta Ba'un (Mak Leta) berdiri sendirian di pasar Kapan untuk menunggu bis jurusan ke arah Soe (Ibu Kota Kabupaten Timor Tengah Selatan), setalah melakukan perjalanan keliling ke beberapa desa (Kuanoel, Fatumnasi dan Bonleu) untuk bertemu dengan beberapa tokoh adat. Pertemuan ini dilakukan dalam rangka melakukan konsolidasi dan koordinasi dengan beberapa tokoh adat untuk membicarakan kasus yang terjadi di desa Kuanoel.

Jarak antara Pasar Kapan ke Soe kurang lebih dua puluh (20) km yang biasa ditempuh dalam waktu kurang lebih tiga puluh (30) menit dengan menggunakan angkutan umum (Bis atau angkutan kecil). Tidak jauh dari pasar Kapan terdapat kantor Polsek Mollo Utara yang bersebelahan dengan kantor Koramil.

Kurang lebih pukul 17.40 WITA Mak Leta sudah mendapat bis yang akan segera membawa ke Soe. Ada beberapa penumpang yang ada didalam bis dan Mak Leta duduk persis dibelakang sopir. Tidak lama kemudian bis berjalan pelan dan kemudian berhenti. Mak Leta mencoba melihat dari kaca depan, ada beberapa puluh motor yang berhenti dengan beberapa orang berpakaian ala ninja (penutup kepala), sebagian yang lain mengenakan helm dan beberapa terlihat membawa parang mencoba menghentikan beberapa truk dan angkutan pedesaan untuk diperiksa. Kejadian ini terjadi di desa Fatu Taso, satu lokasi yang tidak jauh dari Polsek Molo Utara (kurang lebih 500-800 meter).

Melihat situasi seperti itu, Mak Leta merasa ragu-ragu untuk melanjutkan perjalanan dan dia masih terus melihat-lihat situasi sampai ada dialog dengan sopir yang sudah cukup mengenal Mak Leta. "Sebaiknya Ibu Leta turun dan segera kembali ke Kapan", begitu saran sopir kepada Mak Leta. Namun Mak Leta masih belum memutuskan untuk beberapa saat. Dia masih berdiam diri dan terus memantau keadaan. Dirasa situasi sudah tidak cukup aman, Mak Leta segera meloncat keluar dari bis dan mencegat salah satu kendaraan (ojek) yang ada untuk segera mengantar kembali ke Kapan.

Tidak lama kemudian, Mak Leta telah sampai di Kapan dan langsung menuju ke rumah Ama Here (tukang ojek yang menjadi langganan Mak Leta dan Teman-teman lain). Pada saat itu Ama Here tidak ada di rumah, namun tidak lama kemudian Ama Here datang. Mak Leta kemudian menceritakan kejadian yang baru dia alami sehingga dia meminta Ama Here untuk mengantar pulang ke Soe. Dan kemudian pergilah Ama Here untuk mengantar Mak Leta.

17.45-19.00 WITA

Sebagai usaha penyamaran, Mak Leta mencoba menaruh tas rangsel yang biasa dia pakai di bagian depan dan dia mencoba memakai helm tertutup. Ternyata sampai di lokasi pencegatan, para preman tersebut masih melakukan sweaping (pemeriksaan) kepada seluruh kendaraan yang lewat. Sampai pada akhirnya motor yang dipakai Mak Leta melalui juga pemeriksaan yang dilakukan oleh puluhan orang yang tidak diketahui oleh Mak Leta karena mereka semua memakai penutup kepala. Pada saat motor dihentikan, beberapa orang mencoba melihat-lihat motor yang ditumpangi Mak Leta. Tapi dia tetap diam dan tidak membuka helm yang dikenakan. Nampaknya mereka telah cukup memahami dan mengenal Mak Leta, begitu juga Ama Here.

Tidak lama kemudian salah seorang diantara mereka berucap,"silahkan lanjut dan kita nanti menyusul dari belakang". Mendengar pebicaraan seperti itu, Mak Leta sudah merasa bahwa akan terjadi sesuatu pada dirinya. Mak Leta kemudian tetap nekat melanjutkan perjalanan dan tidak lama kemudian terlihat lima sampai enam (5-6) motor mengikuti dari belakang.

Sampai di desa Nasinetan (ditengah hutan), 5-6 motor berjalan duluan dan ada dua motor yang mencoba menempel terus Mak Leta dalam jarak yang sangat dekat. Dalam situasi seperti itu sempat terjadi dialog dengan Ama Here dan Mak Leta yang mempertimbangkan untuk kembali lagi
ke Kapan. Namun belum sempat memutuskan kembali ke Kapan, dua motor yang selalu mencoba menempel ke motor yang ditumpangi Mak Leta mendahuluinya.

Tidak lama kemudian, beberapa kendaraan bermotor yang telah jalan terlebih dahulu terlihat datang kembali dari arah yang berlawanan dengan Mak Leta. Saat itu Mak Leta dan Ama Here bersepakat untuk memutar kembali motor menuju Kapan. Merasa beberapa motor sudah cukup dekat Mak Leta terus melompat dan lari kearah kebun/ sawah dan bersembunyi di balik semak-semak.

Beberapa orang yang mengejar tersebut kemudian menyerbu/ mendekati Ama Here dan bertanya,"Dimana Ibu Leta?". Ama Here kemudian menjawab,"Saya tidak tahu dan saya tidak bersama Ibu Leta. Saya berhenti mau buang air disini", jawab Ama Here kepada tiga orang yang masih memakai penutup kepala.

Kemudian empat orang tersebut mencoba mengejar dan mencari Mak Leta di semak-semak yang dalam keadaan gelap dan sepi. Mereka terus mencari dan mencoba berteriak," Ibu Leta mari Kita omong baik-bak tidak usah lari". Pada saat itu posisi Mak Leta tidak jauh dari tempat itu dan mereka tidak mendapatkan Mak Leta.

Setelah mereka lewat, Mak Leta kemudian berusaha lari ke arah Soe. Pada saat itu Ama Here masih berada di tempat semula dan berteriak memanggil Mak Leta."Sudah Ibu mari Kita pulang sama-sama kalaupun kita mati, kita mati bersama-sama", begitu teriakan Ama Here yang sempat didengar Mak Leta.

Mak Leta terus merangkak-rangkak sembunyi dan sampailah dia di sebuah jembatan dimana tiga orang yang mengejar Mak Leta telah duduk diatas jembatan. Kemudian mereka mengetahui Mak Leta berada disitu dan salah seorang diatara mereka kemudian mencoba mengayunkan parang ke arah kaki Mak Leta. Nampaknya parang yang diayunkan tidak melukai kaki Mak Leta karena saat itu beliau mengenakan celana panjang.

Mendapat serangan, Mak Leta kemudia berteriak sehingga didengar oleh Ama Here yang berada tidak jauh dari lokasi tersebut. Mendengar teriakan, Ama Here kemudian berlari dan mengejar suara tersebut. Setelah menemukan Ama Here kemudian berteriak kepada para preman tersebut,"Tolong jangan berbuat apa-apa karena jika Mak Leta disakiti maka diapun akan sakit".

Kemudian empat orang tersebut mengajak dan membawa Mak Leta untuk masuk ke semak-semak dan Ama Here mencoba terus mengikuti. Setelah sampai di lokasi, keempat orang tersebut kemudia membuka baju dan mengangkat parang sambil berbicara,"Inilah orang yang selama ini Kita cari". Dan Mak Leta kemudian menjawab,"Sekarang kamu menang dan lakukan apa yang ingin kamu lakukan pada Saya".

Ama Here kemudian merangkul para preman tersebut dan meminta agar jangan melakukan apapun terhadap Ibu Leta. Salah seorang diatara mereka kemudian bertanya,"Kamu mau apa?". "Beri kami uang Rp.400.000,- dan Kami akan segera lepas Ibu Aleta dan pulang", lanjutnya.

Mendengar permintaan tersebut, Mak Leta kemudian menjawab,"Kami tidak punya uang dan hanya bawa uang Rp.200.000,-". Setelah berdialog beberapa saat, salah seorang dari mereka kemudian membawa Mak Leta pergi agak jauh dan mencoba mengusir yang lain.

Melihat situasi seperti itu Ama Here tetap berusaha untuk mengikuti Mak Leta dari belakang. Dalam dialog yang dilakukan dengan preman tersebut dia berucap, bahwa uang 400 ribu ini nanti akan diberikan kepada para preman yang saat ini ikut mencari Mak Leta. Dia juga berjanji bahwa Mak Leta tidak akan dilukai dan dia akan berbicara kepada yang lain bahwa Mak Leta tidak ketemu.

Setelah melalui negosiasi, pada akhirnya preman tersebut menerima uang 200 ribu yang dibawa Mak Leta dan melepas Mak Leta. Kemudia setelah uang diserahkan Mak Leta dan Ama Here mencoba kembali ke motor dan lari sekencang-kencangnya dengan mengambil beberapa jalan kecil.

Sampai dengan informasi ini ditulis, Mak Leta masih mengalami trauma dan tekanan akibat peristiwa yang baru ia alami. Mak Leta masih bersembunyi di suatu tempat yang masih dirahasiakan keberadaannya dan atas saran beberapa orang dekatnya, Mak Leta diminta untuk tidak keluar atau menampakkan diri terlebih dahulu.

Usaha evakuasi untuk mengeluarkan Mak Leta dan keluarga dari Soe masih terus diusahakan. Dan untuk sementara ini, melaporkan kejadian ini ke pihak aparat keamanan (Polres TTS) dirasa tidak cukup efektif akan membantu proses evakuasi yang akan dilakukan maupun menjamin keamanan terhadap Mak Leta dan keluarga.

Dukungan kawan-kawan untuk merespon kasus ini sangat dibutuhkan karena pihak Bupati, aparat keamanan dan instansi yang lain terbukti tidak mampu melakukan tindakan tegas terhadap intimidasi yang diterima oleh masyarakat maupun aktivis pendamping. Proses hukum yang sedang
dilakukan/ ditempuh masyarakat selalu mendapat rintangan.

Update: Proses Evakuasi Terhadap Aktivis OAT

Kupang, 10 April 2007
Proses evakuasi terhadap Aleta Ba’un (Mak Leta) yang mendapat ancaman dari para preman pada hari Jum-at (6/04/07)* berjalan mulus. Evakuasi itu sendiri dilakukan oleh satu tim yang dipimpin langsung oleh Silvia Fanggidae (PIKUL) yang bertanggungjawab untuk mengeluarkan dan mengamankan Aleta Ba’un dari tempat persembunyiannya selama ini untuk dibawa ke Kupang. Proses evakuasi dilakukan pada hari Senin (9/04/07) lalu pukul 17.00 WITA.

Sebelum proses evakuasi, telah dilakukan koordinasi/komunikasi dengan beberapa pihak untuk membaca dan mengetahui kondisi kota Soe agar evakuasi berjalan lancar. Komunikasi dengan Aleta Ba’un dan beberapa pihak yang mengetahui kondisi lapangan saat itu (Kota Soe) intens dilakukan. Atas hasil informasi dari berbagai pihak inilah, kemudian proses evakuasi dilakukan pada hari itu juga.

Satu tim yang berjumlah tiga (3) orang meluncur ke Kota Soe pada pukul 12.30 WITA. Dalam proses perjalanan tersebut, ketua tim sangat intens melakukan komunikasi dengan Mak Leta dan beberapa jaringan yang bisa dipercaya untuk mengatur strategi evakuasi dan pengamanan. Dalam hal ini strategi evakuasi bisa berubah setiaap sesuai dengan kondisi dilapangan.

Kurang lebih pukul 16.00 WITA, tim sudah tiba di Kota Soe dan tidak langsung menuju tempat persembunyiaan Mak Leta. Untuk beberapa saat, tim harus berjalan keliling memantau situasi lapangan sebagai checking terakhir.

Setelah situasi dirasa cukup aman, proses evakuasi-pun dilakukan. Evakuasi pertama dilakukan kepada anak-anak Mak Leta yang sudah meninggalkan rumah terlebih dahulu ke satu tempat yang diketahui tim. Evakuasi pertama berjalan lancar dan anak-anak Mak Leta sudah berada bersama tim. Setelah itu tim tidak langsung menuju tempat persembunyiaan Mak Leta, namun masih berjalan keliling di Kota Soe untuk memastikan situasi benar-benar aman.

Bersamaan dengan itu, komunikasi dengan Mak Leta tetap dilakukan terus menerus. Setelah situasi dirasa cukup kondusif, tim kemudian bergerak untuk melakukan evakuasi terhadap Mak Leta dari tempat persembunyiaannya. Dalam hal ini sudah ada kesepakatan terlebih dahulu antara tim dan Mak Leta tentang tempat/ lokasi penjemputan.

Pada waktu dan tempat yang telah ditentukan tersebut, Mak Leta secara sembunyi-sembunyi berhasil keluar dari tempat persembunyiannya. Dengan wajah yang masih menampakkan rasa lelah dan trauma atas peristiwa yang barus saja ia alami, Mak Leta langsung masuk kedalam mobil dimana anak-anak sudah ada didalam.

Setelah berhasil melakukan evakuasi, tim kemudian segera tancap gas dan kembali berkeliling untuk memastikan situasi aman kembali sebelum dibawa ke Kupang. Proses panjang tim untuk mengeluarkan Mak Leta dari tempat persembunyiaan berakhir sudah dan saat ini Mak Leta telah berada di satu tempat yang “aman”.

Seperti diketahui bersama, selama ini Mak Leta memang selalu diancam, namun hal itu dianggap biasa-biasa saja. Ia masih rajin untuk jalan/ keliling ke desa-desa untuk bertemu dengan masyarakat maupun beberapa tokoh adat. Kejadian hari Jum-at lalu cukup membuat Mak Leta merasa shock/ trauma. Ketegaran Mak Leta yang selalu berani menerobos semua rintangan mendapat ujian. Semoga rasa trauma ini bisa segera diatasi Mak Leta, untuk kembali melanjutkan perjuangan ini. Tetap maju dan berjuang Mak untuk melawan penindasan dan ketidakadilan ini.

Informasi yang lebih lengkap bisa dibuka di: http://rakyatmollo.blogspot.com

Catatan:
* Tulisan ini sekaligus sebagai koreksi atas berita sebelumnya dengan judul “Ancaman Terhadap Aktivis Pendamping Masyarakat Fatumnasi-Kuanoel (Kabupaten TTS, Nusa Tenggara Timur) Semakin Meningkat” yang menyebut bahwa kejadian tersebut terjadi pada hari Sabtu (7/04/07). Peristiwa/ kejadiaan sesungguhnya terjadi pada hari Jum-at (6/04/07).

4.02.2007

Rumah Aktivis OAT di Lempari Beberapa Preman


Kupang, 4 April 2007

Ancaman dan intimidasi dari orang-orang (preman) yang selama ini pro terhadap perusahaan tambang terhadap Aleta Baun (Mak Leta) terbukti sudah. Ancaman dan intimidasi dilakukan oleh beberapa orang dengan cara melempari rumah Mak Leta pada hari Jum-at (30/03/07) dan Minggu (1/04/07) dinihari.

Aleta Ba’un atau biasa dipanggil Mak Leta adalah salah seorang tokoh aktivis perempuan di Kota Soe Kabupaten Timor Tengah Selatan yang selama ini sangat gigih melakukan penolakan dan pendampingan masyarakat Mollo. Berbagai kasus yang menyangkut persoalan rakyat di wilayah Mollo, Mak Leta selalu hadir bersama-sama masyarakat untuk melakukan perjuangan bersama-sama.

Beberapa catatan yang ada di Kami menyebutkan bahwa Mak Leta telah melakukan pendampingan masyarakat bersama-sama dengan LSM yang lain untuk melakukan advokasi bersama-sama masyarakat antaralain: rencana penambangan batu Nausus dan Nuamolo (1999-2001), pendampingan masyarakat Desa Lelobatan yang berkonflik dengan Dinas Kehutanan (2002), pendampingan kasus tanah adat di Desa Bonleu (2003-2004), penambangan Naitapan (2005-2006) sampai dengan Faut Lik dan Fatu Ob (2006-2007) yang saat ini sedang didampingi. Rencana penambangan batu Naususu berhasil digagalkan oleh gerakan rakyat, sedang untuk Naitapan proses kriminilasasi dan penangkapan terhadap sejumlah aktivis dilakukan (Maret 2006) dimana Mak Leta menjadi salah seorang yang paling dicari oleh pihak aparat keamanan (Polrest TTS).

Meskipun demikian, hal ini tidak mampu menghentikan komitment dan perjuangan Mak Leta bersama beberapa kawan yang lain untuk tetap mendampingi masyarakat yang sedang melakukan perjuangan untuk memperoleh hak-haknya. Pendampingan Mak Leta terhadap masyarakat desa Fatumnasi dan Kuanoel yang menolak kehadiran PT. Tedja Sekawan Surabaya adalah salah satu bukti kegigihan Mak Leta untuk tetap berada di garis perjuangan bersama-sama rakyat.

Atas dasar kegigihan dan kekritisan inilah, Mak Leta yang tamat Sekolah Menengah Umum (SMU), selalu mendapat tekanan dan intimidasi dari para pihak yang selama ini berseberangan dengan kepentingan rakyat. Ancaman, intimidasi, tekanan dari berbagai pihak terus berusaha diterjang oleh Mak Leta dengan keyakinan yang ia miliki.

Proses Serangan
Serangan pertama dilakukan oleh beberapa preman pada hari Jum-at (30/03/07) dinihari kurang lebih pukul 24.30 WITA. Saat itu Mak Leta dan keluarga sedang tidur nyenyak karena pada satu hari sebelumnya beliau mendampingi masyarakat desa Kuanoel-Fatumnasi yang saat ini sedang melakukan gugatan terhadap para Amaf yang menyerahkan tanah, PT. Tedja Sekawan dan Bupati TTS (baca up date; Masyarakat Fatumnasi di Serang Preman Usai Sidang).

Ditengah-tengah waktu istirahat tersebut, Mak Leta dan beberapa keluarga yang sedang tiidur dikagetkan dengan lemparan batu yang mengenai kaca bagian depan rumah Mak Leta hingga pecah berantakan. Mendengar ada suara kaca yang terpecah, Mak Leta dan beberapa orang kemudian terbangun. Pada saat itu Mak Leta belum keluar dan masih memantau dan melihat situasi dari dalam.

Melihat tidak ada yang keluar, para preman kemudian melanjutkan serangan dengan melakukan pelemparan sebanyak enam (6) kali. Pada lemparan ketiga dan kelima, kaca depan rumah Mak Leta kembali pecah berantakan. Merasa mendapat serangan dan ancaman beberapa kali, Mak Leta bersama beberapa orang yang tinggal didalam rumah mencoba keluar untuk bersembunyi di balik kebun jagung. Pada saat para preman mau melakukan serangan berikutnya (ke-7), Mak Leta dan dua orang melakukan serangan balik dan mencoba melempar mereka dengan batu.

Merasa mendapat perlawanan para penyerang tersebut kemudian lari tunggang langgang menghindar. Pada saat pengejaran tersebut, Mak Leta mengetahui bahwa sejumlah penyerang sebanyak tiga (3) orang diidentifkasi orang-orang yang selama ini tinggal di sebalah rumah Mak Leta. Seperti diketahui, satu rumah tepat disamping rumah Mak Leta merupakan rumah yang selama ini dipakai oleh para pekerja tambang, preman dan beberapa orang Fatumnasi yang sudah tidak berani kembali lagi ke Fatumnasi karena kasus pemarangan yang dilakukan.

Setelah berhasil menghalau para preman, Mak Leta bersama beberapa orang tetap berada di luar rumah untuk berjaga-jaga dibalik kebun jagung sampai pukul 04.30 WITA. Hal ini dilakukan terus menerus hingga sampai sekarang ini.

Meskipun demikian, pada hari Minggu (1/04/07) kurang lebih pukul 24.00 WITA rumah Mak Leta kembali diserang. Usaha antisipasi yang dilakukan Mak Leta berhasil menggagalkan usaha penyerangan yang dilakukan para preman tersebut. Begitu melihat akan ada orang yang mau melakukan penyerangan, Mak Leta dan beberapa orang keluar dari kebun jagung sambil berusaha melempar batu sehingga mereka lari tunggang-langgang.

Akibat serangan dan intimidasi seperti ini, Mak Leta dan keluarga sudah merasa terganggu keselamatannya. Mak Leta tidak melaporkan kasus ini di Kepolisian TTS karena beberapa laporan yang telah disampaikan tidak pernah ditindaklanjuti. Serangan maupun intimidasi malah semakin menjadi-jadi setelah ada laporan. Hal ini memang tidak bisa dibiarkan, namun Mak Leta maupun aktivis yang lain merasa kebingungan apa yang harus dilakukan?? Aparat penegak hukum dirasa sudah tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai pengayom masyarakat dan lebih berpihak pada penguasa maupun pengusaha. Sungguh Berat memang?????

Untuk mengetahui informasi ini lebih lanjut bias menghubungi Mak Leta di nomor: 0852530880555 atau 081318967319. Informasi yang lebih lengkap bisa dibuka di: http://rakyatmollo.blogspot.com