6.05.2007

Rumah Aktivis OAT Kembali Didatangi

Kupang, 30 Mei 2007


Paska kedatangan empat (4) anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ke Desa Kuanoel pada hari Kamis (25/5/07) lalu, rumah aktivis OAT juga mendapatkan tamu hari ini (Rabu,30/5/07). Tamu yang datang kali ini bukan tamu yang dikehendaki, karena tamu tersebut adalah orang-orang yang selama ini mendukung/ berada di pihak perusahaan.

Berikut adalah penuturan yang disampaikan Aleta Ba’un (Mak Leta) kepada Kita melalui telphone selulernya: Kurang lebih pukul 08.20 WITA Mak Leta berada dibelakang rumah untuk bakar-bakar kotoran dibelakang. Tidak lama kemudian satu orang tetangga yang bernama Ibu Elisabeth Nomeny datang sambil menggendong anaknya untuk bantu-bantu Mak Leta mengumpulkan kotoran.

Melihat ada asap yang mengepul dari rumah Mak Leta*, seorang perempuan lainnya bernama Onya (Istri Nando/ pekerja tambang) yang tinggal persis disamping rumah Mak Late melihat-lihat dari kejauhan. Kurang lebih tiga kali Onya terlihat mondar-mandir sambil mengawasi apa yang sedang dilakukan Mak Leta.

Tidak lama kemudian, Onya datang beserta suaminya yang juga tinggal disebelah rumah, sambil marah-marah. Pada saat itu, Nando hanya berdiri saja tidak jauh dari istrinya. ”Keluar kau perempuan...kamu harus bertanggungjawab terhadap Kami punya rumah...Jangan kami datang susah-susah harus tinggal pada orang lain punya rumah kamu senang-senang tinggal di rumah kamu sendiri”, begitu ungkapan istri Nando.

Melihat gelagat yang kurang baik, Mak Leta hanya berdiam diri tanpa merespon atau melakukan tindakan apapun. Mak Leta kemudian mencoba masuk ke rumah bulat (dapur) dan hanya duduk saja disamping pintu. Dengan suara yang masih emosional, Onya masih tetap mengumpat kepada Mak Leta,”..kau seperti ibu besar saja yang telah membakar rumah kami sehingga kami harus datang ke kota seperti pengembara saja”.

Mak Leta masih tetap tidak menjawab dan terus mendengar apa yang diucapkan oleh Onya. ”Suruh kau punya bos untuk datang bicara....kami akan bakar kamu punya rumah biar impas semuanya”. Setelah selesai memaki-maki Mak Leta, Nando dan Onya akhirnya pergi meninggalkan rumah Mak Leta dengan tujuan yang kurang jelas. Kepergian mereka berdua disinyalir akan menghubungi beberapa preman yang ada di Soe untuk melakukan penyerangan rumah Mak Leta.

Tidak lama kemudian kurang lebih pukul 09.50 WITA Onya kembali datang dan bertanya pada salah seorang yang ada dirumah,”Bos-mu ada di rumah???Tolong kasih tahu dia sebentar kami akan datang”, begitu pintanya. Onya saat ini terus berada tidak jauh dari rumah Mak Leta dan selalu mengawasi situasi. Pada saat informasi ini ditulis, usaha untuk melakukan evakuasi terhadap Mak Leta sedang dilakukan. Komunikasi secara intensif baik kepada Mak Leta maupun beberapa jaringan yang ada di Soe juga tetap terus dilakukan untuk monitoring situasi.

Dukungan dari kawan-kawan lain untuk mendesak Polda NTT maupun Polres TTS untuk mensikapai kasus ini sangat dibutuhkan. Untuk itu kawan-kawan bisa menghubungi no telp: Polda NTT; 0380-821544 dan Polrest TTS; 0388-21110

* Seperti diketahui bersama, setelah intimidasi yang diterima Mak Leta pada tgl 6 April 2006 lalu (berita tentang hal ini bisa dibaca di http://rakyatmollo.blogspot.com ) Mak Leta telah dievakuasi dan tinggal secara sembunyi-sembunyi dirumahnya. Dan baru kali ini Mak Leta mencoba menampakkan diri.

Empat Anggota DPD , Pengusaha dan Tokoh Adat (Amaf) Penjual Batu Berkunjung ke Desa Kuanoel

Kupang, 25 Mei 2007


Sudah lama tidak terdengar perkembangan kasus tambang di desa Kuanoel-Fatumnasi bukan berarti kasus tersebut telah selesai. Situasi masyarakat di dua desa (Kuanoel-Fatumnasi) yang selama ini terus bergolak akibat rencana penambangan marmer Faut Lik dan Fatu Ob terasa lebih tenang, damai seperti hari-hari biasa sebelum ada rencananya penambangan di desa mereka.

Beberapa Bapak dan Mama yang selama ini terlibat cukup aktiv melakukan penolakan tambang marmer mulai terlihat sibuk di kebun. Ada yang sedang membalik tanah, bertanam dan ada beberapa diantara mereka yang sedang sibuk memetik hasil panen. Pada bulan-bulan ini masyarakat memang sedang melakukan panen seperti; jeruk, kacang tanah, jagung dan beberapa tanaman lainnya. Beberapa hasil dari panen tersebut ada yang disimpan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan ada sebagian yang dijual ke pasar.

Suasana desa yang damai dan tenang seperti saat ini bukanlah satu cermin tidak adanya masalah di dua desa tersebut. Rencana penambangan marmer masih menjadi hantu/ momok bagi masyarakat karena sampai dengan saat ini konflik antara masyarakat vs bupati dan pengusaha masih belum selesai. Excavator (yang mulai berkarat) masih bercokol di lokasi tambang walau sudah tidak beroperasi lagi. Pun demikian dengan sikap Bupati yang masih belum mencabut ijin walau ditentang oleh masyarakat. Ketenangan masyarakat pasti akan terusik kembali ketika perusahaan mulai bekerja.

Dalam situasi/ kondisi masyarakat yang mulai tenang, empat anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) beserta Pengusaha (Neddy Tanaem), Camat Fatumnasi dan beberapa Amaf (Tokoh Adat) yang selama ini menjual batu berkunjung ke desa Kuanoel. Beberapa tokoh adat tersebut antara lain; Nicanor Sa’u (Desa Kuanoel), Yusac Oematan (Desa Fatumnasi) dan Yustus Tanoe ( Desa Tunua). Sedang empat anggota DPD yang hadir tidak ketahui nama-namanya oleh masyarakat karena mereka tidak menyebutkan nama maupun mengisi daftar hadir yang telah disediakan.

Kedatangan mendadak beberapa tokoh tersebut dan tanpa pemberitahuan sebelumnya, telah mengundang beberapa Mama dan Bapak dari desa Kuanoel-Fatumnasi yang kebetulan dekat dengan lokasi tambang untuk mendatanginya. Kurang lebih lima puluh (50) orang telah berkumpul dilokasi dalam waktu singkat. Berdasarkan informasi lainnya, rombongan yang hadir kali ini telah bertemu dengan Bupati Timor Tengah Selatan (TTS) Daniel Banunaek dan beberapa instansi terkait di kantor Kabupaten (Kota Soe) pada pagi hari (Kamis, 25/5/2007) sebelum kunjungan.

Kurang lebih pukul 11.28 Wita rombongan anggota DPD yang berangkat dengan tujuh mobil yang dikawal oleh pihak Kepolisian TTS dan Satpol PP tiba dilokasi. Beberapa orang telah berada di lokasi menunggu kedatangan rombongan. Begitu tiba di lokasi, rombongan langsung menuju dan melihat lokasi disekitar tambang yang telah ditolak oleh masyarakat selama ini.

Berdasarkan informasi dari lapangan, sempat terjadi dialog singkat, antara anggota DPD dan masyarakat yang disaksikan oleh seluruh anggota rombongan. Salah seorang anggota DPD sempat menanyakan kepada masyarakat,”Apakah jika batu ini kita jadikan asbak, meja dsb bukan oleh perusahaan (PT) tapi oleh masyarakat sendiri bagaimana?”. Mendapat pertanyaan tersebut masyarakat kemudian menjawab,”Kami tidak mau karena di daerah ini terdapat tempat untuk ritus (upacara) adat sekaligus tempat yang telah menghidupi masyarakat disini. Jadi Kami tetap menolak tambang”, ungkap beberapa orang yang hadir.

Mendapat jawaban seperti itu, salah seorang anggota DPD kemudian meneruskan kepada Neddy Tanaem (Pengusaha) dan manyatakan,”Bapak dengan sendiri masyarakat tetap menolak pertambangan ini”. Tidak lama kemudian, rombongan bergegas menuju ke salah satu rumah yang telah dirusak oleh masyarakat akibat bentrok dengan para preman/ pekerja tambang beberapa waktu lalu (Januari 2007). Ketika didalam rumah tersebut beberapa warga mendengar ungkapan yang disampaikan Neddy Tanaem yang menyatakan bahwa masyarakat di desa ini memang menolak. Tidak lama kemudian, kurang lebih pukul 11.52 WITA seluruh rombongan bergegas menuju desa Tunua untuk melihat kasus yang sama.

Meskipun anggota DPD telah mendengar secara langsung suara masyarakat, bukan berarti perjuangan masyarakat untuk menolak tambang telah selesai. Beberapa informasi menyebutkan bahwa pihak Bupati maupun pengusaha telah mempersiapkan kembali rencana untuk melanjutkan pertambangan. Tidak menutup kemungkinan, kedatangan anggota DPD kali ini dalam rangka proses persetujuan tersebut. Kita tunggu dan lihat bersama.

Divisi Advokasi dan Pengembangan Isu
Penguatan Institusi dan Kapasitas Lokal (PIKUL)