9.06.2006

Uraian Awal Peristiwa

Tempat Peristiwa : Fatu Ob / Faut Lik Desa Kuanoel, Kecamatan Fatumnasi, Kab. Timor Tengah Selatan (TTS)

Pelaku : 1. Karyawan PT. Teja Sekawan
: 2. Kapolsek Molo Utara, Iptu Yahya Selan
: 3. Camat Fatumnasi, Lamber Oematan, BA
: 4. Babinsa Fatumnasi
: 5. PNS Staf Pemda TTS (Bapedalda TTS )

Korban : Keluaga Anone dan warga Desa Kuanoel – Fatumnasi pemilik Lahan

Pada hari Kamis 24 Agustus 2006 sekitar pukul 11.00 wita, secara sepihak para Pekerja PT. Teja Sekawan Surabaya, sebuah perusahan yang bermaksud penambangan batu marmer di lokasi Tambang Faut Lik dan Fatu Ob Desa Kuanoel, dikawal oleh anggota Polisi, TNI dan PNS serta preman bayaran perusahaan, menggunakan alat berat (Excavator) membongkar pagar kebun milik Ety Anone dan Yustus Tunis,lalu secara paksa membuka jalan diatas Tanah Ety Anone, sehingga berhasil membuka jalan dengan menabrak atau menggali tanah dengan bantuan excavator sepanjang lima meter

Terhadap peristiwa ini, sempat mendapat perlawanan dari Ety Anone seorang diri dengan bersihkeras meyuruh excavator yang digunakan oleh karyawan PT dan dikawal aparat untuk segera dikeluarkan dan menghentikan pekejaan paksa itu. Perang mulut kelompok pendukung perusahaan dengan Ety Anone seorang diri, terjadi selama 2 jam, ditonton oleh sektar 30-an murid SD yang baru sekolah. Peristiwa ini baru berakhir ketika Ety Anone, nekat menaiki bagian depan excavator dan duduk di atas alat seruduk excavator, dengan maksud ditabrak mati saja, karena para pekerja dan aparat yang mendampingi para pekerja, ternyata tidak mau mengindahkan keluhannya untuk menghentikan pekerjaan.

Kelompok perusahaan dan aparat pendukung baru meninggalkan lokasi, ketika masyarakat semakin ramai berdatangan, saat sepulangnya dari kantor Desa Kuanoel Kecamatan Fatumnasi, yang sejak pagi antri mengambil jatah beras miskin di kantor desa. Meraka juga menjadi kaget dengan peristiwa tersebut, sebab tindakan paksa diskenariokan secara rapi, ketika semua warga tidak ada di kampung, terutama warga yang rumahnya berada di sekitar lokasi.

Pada hari Jumat 25 Agustus 2006, kelompok perusahaan dan aparat pendukungnya kembali ke lokasi dengan tujuan melanjutkan aktivitas pembukaan jalan, dengan membawa dua warga dari Desa Lilana Kecamatan Fatumnasi, atas Nama Nikanor Bay dan Sius Anone. Kedua orang ini diadu dengan kelompok pendukung Ety Anone, dengan alasan perusahaan telah membayar Rp. 2 juta kepada Nikanor dan Sius untuk membuka jalan di atas tanah tersebut.

Peristiwa ini memang sarat niat adu domba masyarakat. Sius adalah keluarga dekat Ety Anone, namun tanah tersebut memang milik Ety Anone. Selama ini ada upaya dari pihak perusahaan untuk membayar Ety Anone agar membebaskan tanah kepada perusahaan tetapi tidak disetujui oleh keluarga Anone (Ety Anone), sehingga perusahaan dengan bantuan aparat setempat, mencari jalan dengan menghubungi keluarga dekat yang bisa dibayar untuk atas nama tanah (keluaga Anone) dapat membebaskan kepada perusahaan .

Hal ini terlihat dari sikap yang mengemuka saat itu, pihak pro-perusahaan kepada kelompok pendukung Ety Anone, menyatakan silakan berurusan dengan mereka yang sudah menerima uang, sebab kami mau kerja. Sikap ini mendapat reaksi keras dari warga terutama para ibu , yang karena merasa kecewa dengan ulah kelompok pro-perusahaan, yang nota bene didukung oleh aparat pemerintah. Tindakan perusahaan yang sewenang-wenang ditentang keras oleh rakyat. Bahkan seorang ibu, Lodia Oematan sampai mengeluarkan payudaranya sambil ditunjukkan kepada aparat yang hadir, serta mengecam dengan ungkapan kesal, ‘supaya tahu semoga kamu tidak hidup dan besar dari air susu ibu’ kecam ibu tersebut.

Kelompok dan aparat pendukung akhirnya bubar, sebab masyarakat semakin banyak yang berdatangan untuk melakukan perlawanan. Sementara excavator masih dibiarkan tetap tinggal di lokasi, di kebun milik Ety Anone.

Pada hari Sabtu 26 Agustus 2006, kelompok perusahaan dan aparat pendukungnya masih kembali lagi ke lokasi, tetapi wargapun semakin banyak yang berdatangan ke lokasi. Masih saja terjadi perang mulut, bahkan warga mendesak para pekerja dari perusahaan untuk segera mengeluarkan excavator dari lokasi tersebut tetapi kelompok pro-perusahaan menjawab dengan janji baru akan mengeluarkan excavator pada hari senin, 28 Agustus 2006.

Pada hari Senin 28 Agustus 2006 dari 103 orang yang mempunyai lahan disekitar lokasi tambang mengadakan pertemuan dengan investor, Camat Fatumnasi dan tujuh orang anggota kepolisian serta tokoh masyarakat. Dalam pertemuan itu seorang karyawan PT. Teja Sekawan, Desti Nope, membacakan SK Bupati tentang ijin exploitasi Tambang Galian golongan C serta ada upaya dari mereka untuk meyakinkan warga untuk menerima tambang. Selanjutnya mereka menanyakan kepada para pemilik tanah, apakah warga mau melepaskan tanahnya, tetapi dari semua warga pemilik tanah menyatakan tidak bersedia melepaskan tanah, sebab menurut warga mereka tidak memiliki lahan alternatif untuk berkebun sementara sebagai petani mereka hanya menggantungkan harapan hidup pada tanah milik mereka .

Karena merasa tidak mendapatkan dukungan dari warga pemilik tanah, pihak investor secara emosional menjawab masyarakat bahwa, bagaimanapun pihaknya telah mendapat ijin dari Pemda TTS, karena itu walaupun warga tidak setuju untuk memberikan lahan, pihak investor akan tetap bekerja. ‘Saya sudah dapat ijin dari bupati untuk tanbang, jadi walaupun bapak bapak tidak setuju, besok saya akan tetap kerja’ ungkap investor . Mendengar pernyataan investor, warga langsung menyambar itu dengan saling hujat dan adu mulut, sehingga aparat kepolisian langsung mengintervensi pertemuan dengan membubarkan masa.

Dalam pertemuan tersebut, aparat keamanan melalui Yahya Selan juga mengancam beberapa warga untuk melakukan proses hukum terhadap masyarakat yang tidak setuju untuk menyerahkan tanah milik mereka.

Ketika informasi ini kami sampaikan kepada Bapak/ Ibu/ saudara/i. Masyarakat di sekitar lokasi masih dalam kedaan cemas karena selalu diintervensi dan diintimidasi oleh orang-orang suruhan perusahaan termasuk aparat keamanan, bahkan situasi sangat rawan konflik, baik antara warga dengan warga, maupun warga dengan aparat dan pihak investor.

Engin ummæli: