SIARAN PERS
“Tanggapan untuk Pernyataan Beny K Harman tentang Tambang Marmer di Desa Kuanoel - Fatumnasi”
“Tanggapan untuk Pernyataan Beny K Harman tentang Tambang Marmer di Desa Kuanoel - Fatumnasi”
Masyarakat desa Kuanoel, Fatumnasi dan desa yang lain saat ini masih melakukan pendudukan lokasi tambang walau telah datang musim hujan yang berarti musim tanam bagi mereka. Hampir tiga bulan lebih (pendudukan pertama dilakukan mulai tanggal 14 Oktober 2006) masyarakat masih setia menduduki lokasi tambang untuk tetap mempertahankan keberadaan gunung batu yang memiliki nilai penting tidak saja bagi masyarakat desa Kuanoel, Fatumnasi saja tapi juga bagi P. Timor secara keseluruhan.
Dalam hal ini, masyarakat desa Kuanoel-Fatumnasi secara tegas menolak penambangan Faut Lik dan Fatu Ob tidak seperti yang dikatakan oleh anggota DPR RI Beny K Harman di Pos Kupang (Jum-at, 15/12/06) yang menyatakan bahwa,”Warga Mollo tidak menolak kehadiran tambang marmer di wilayah mereka. Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) keliru melakukan pendekatan sehingga masyarakat merasa tidak dihargai dan melakukan aksi protes dan penolakan.”
Terkait dengan pernyataan tersebut berikut adalah pandangan kami (PIKUL) yang telah melakukan pendampingan masyarakat sejak awal hingga sampai sekarang ini. Berdasarkan penuturan dari warga yang menduduki lokasi tambang menyatakan bahwa,”Sejak awal sosialisasi Kami selalu menyatakan menolak menjual tanah Kami kepada perusahaan yang akan melakukan penambangan. Jika tanah ini Kami jual bagaimana dengan anak cucu kami mendatang” ungkap Bp. Mellkysedek Oematan salah satu tokoh masyarakat. Lebih lanjut Bpk. Mell mengatakan bahwa,”Berapapun uang kompensasi yang akan Kami terima, Kami akan tetap Tolak itu tambang”.
Penolakan secara tegas oleh masyarakat ini, tidak saja didasarkan pada tidak dilibatkannya masyarakat dalam proses awal dalam hal perijinan, masalah ganti rugi, terlibatnya masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam maupun peningkatan ekonomi seperti yang dikatakan oleh Beny K Harman. Ada beberapa alasan lain yang disampaikan oleh masyarakat terkait dengan fungsi ekonomis, ekologis maupun budaya tentang posisi gunung batu bagi mereka.
Secara ekonomis, daerah di sekitar gunung batu merupakan satu lahan/ kawasan yang telah dipakai oleh penduduk beratus-ratus tahun sebagai tempat tinggal, bertanam, berternak dsb. Masyarakat telah mengelola lahan di sekitar pertambangan secara turun temurun dan menjadi salah satu sumber untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka selama ini. “Jika tanah ini Kami jual, mau kemana lagi Kami harus bertempat tinggal, bertanam maupun berternak?” begitu ungkapan salah seorang warga. Pernyataan lain disampaikan oleh salah seorang warga ketika Kami mendampingi mereka, “Kami hidup bukan dari perusahaan, tapi dari pertanian dan peternakan. Kami tidak merasa diuntungkan dengan adanya penambangan”
Secara ekologis, bahwa gunung batu memiliki fungsi sebagai penangkap air dan penahan longsor. Beberapa sumber air terdapat dicelah-celah batu yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (mandi, mencuci dan memasak) maupun untuk mengairi ladang. Daratan Molo juga menjadi daerah hulu bagi dua sungai besar di wilayah P. Timor yaitu Benenain dan Noelmina yang membelah P. Timor. Penambangan batu marmer akan mempengaruhi ketersediaan air di Tanah Timor serta akan berakibat pada kerusakan ekologis salah satunya berupa bahaya longsor. Batu dipercaya telah menjaga keseimbangan alam di wilayah mereka tinggal.
Secara budaya, gunung batu bagi masyarakat adat memiliki nilai historis dan tradisi yang cukup penting/ kuat. Bagi masyarakat adat disekitar Molo, tidak pernah mengenal istilah marmer, mereka hanya memahami batu sebagai sumber air, bukan barang tambang. Disamping itu, batu-batu yang sering disebut Faot Kanaf memiliki hubungan langsung dengan sejarah enam belas marga masyarakat adat Molo yang tersebar di daratan pulau Timor. Hubungan inilah yang menentukan identitas masyarakat Molo. Disamping itu, ritus-ritus adat yang selalu digunakan masyarakat untuk upacara tradisional masih banyak terdapat disekitar gunung batu hingga sampai sekarang ini.
Berdasarkan pengalaman yang dilihat oleh masyarakat selama ini, pertambangan tidak pernah mampu meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat di sekitar pertambangan. Salah satu contoh kasus yang sangat dekat dengan mereka adalah pertambangan di Nae Tapan desa Tunua, satu desa yang tidak jauh dari Fatumnasi. Hadirnya pertambangan di wilayah mereka lebih banyak menghadirkan kesengsaraan daripada kemakmuran yang diterima oleh masyarakat.
Berdasarkan kondisi tersebut diatas, masyarakat secara tegas melakukan penolakan tambang dengan alasan apapun seperti yang telah diungkapkan kepada kami. Untuk itu, pernyataan Beny K Harman yang telah dimuat di harian Pos Kupang hari Jum-at (15/12/2006) kurang memiliki dasar dan argumentasi yang jelas. Beny K Harman hanya datang sekilas dalam sebuah pertemuan yang diselenggarakan pada tanggal 13 Oktober 2006 di salah satu Gereja di Fatumnasi, sehingga Beny K Harman kurang memahami/ mengerti tuntutan masyarakat saat ini.
Demikian pers release ini Kami buat, sebagai sebuah tanggapan terhadap Beny K Harman terkait dengan penambangan di Faut Lik dan Fatu Ob desa Kuanoel. Untuk melakukan klarifikasi/ konfirmasi tentang penolakan masyarakat ini bisa menghubingi:
1. Mellkysedek Oematan/ Pak Mel : 081353743746
2. Aleta Baun : 081318967319
3. Theos/ Arit via HP Yati : 085239329345
Kupang, 18 Desember 2006
Hormat Kami,
Kelik Ismunandar
Manager Advokasi dan
Pengembangan Isu Pikul
No Kontak; 081339178762
Dalam hal ini, masyarakat desa Kuanoel-Fatumnasi secara tegas menolak penambangan Faut Lik dan Fatu Ob tidak seperti yang dikatakan oleh anggota DPR RI Beny K Harman di Pos Kupang (Jum-at, 15/12/06) yang menyatakan bahwa,”Warga Mollo tidak menolak kehadiran tambang marmer di wilayah mereka. Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) keliru melakukan pendekatan sehingga masyarakat merasa tidak dihargai dan melakukan aksi protes dan penolakan.”
Terkait dengan pernyataan tersebut berikut adalah pandangan kami (PIKUL) yang telah melakukan pendampingan masyarakat sejak awal hingga sampai sekarang ini. Berdasarkan penuturan dari warga yang menduduki lokasi tambang menyatakan bahwa,”Sejak awal sosialisasi Kami selalu menyatakan menolak menjual tanah Kami kepada perusahaan yang akan melakukan penambangan. Jika tanah ini Kami jual bagaimana dengan anak cucu kami mendatang” ungkap Bp. Mellkysedek Oematan salah satu tokoh masyarakat. Lebih lanjut Bpk. Mell mengatakan bahwa,”Berapapun uang kompensasi yang akan Kami terima, Kami akan tetap Tolak itu tambang”.
Penolakan secara tegas oleh masyarakat ini, tidak saja didasarkan pada tidak dilibatkannya masyarakat dalam proses awal dalam hal perijinan, masalah ganti rugi, terlibatnya masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam maupun peningkatan ekonomi seperti yang dikatakan oleh Beny K Harman. Ada beberapa alasan lain yang disampaikan oleh masyarakat terkait dengan fungsi ekonomis, ekologis maupun budaya tentang posisi gunung batu bagi mereka.
Secara ekonomis, daerah di sekitar gunung batu merupakan satu lahan/ kawasan yang telah dipakai oleh penduduk beratus-ratus tahun sebagai tempat tinggal, bertanam, berternak dsb. Masyarakat telah mengelola lahan di sekitar pertambangan secara turun temurun dan menjadi salah satu sumber untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka selama ini. “Jika tanah ini Kami jual, mau kemana lagi Kami harus bertempat tinggal, bertanam maupun berternak?” begitu ungkapan salah seorang warga. Pernyataan lain disampaikan oleh salah seorang warga ketika Kami mendampingi mereka, “Kami hidup bukan dari perusahaan, tapi dari pertanian dan peternakan. Kami tidak merasa diuntungkan dengan adanya penambangan”
Secara ekologis, bahwa gunung batu memiliki fungsi sebagai penangkap air dan penahan longsor. Beberapa sumber air terdapat dicelah-celah batu yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (mandi, mencuci dan memasak) maupun untuk mengairi ladang. Daratan Molo juga menjadi daerah hulu bagi dua sungai besar di wilayah P. Timor yaitu Benenain dan Noelmina yang membelah P. Timor. Penambangan batu marmer akan mempengaruhi ketersediaan air di Tanah Timor serta akan berakibat pada kerusakan ekologis salah satunya berupa bahaya longsor. Batu dipercaya telah menjaga keseimbangan alam di wilayah mereka tinggal.
Secara budaya, gunung batu bagi masyarakat adat memiliki nilai historis dan tradisi yang cukup penting/ kuat. Bagi masyarakat adat disekitar Molo, tidak pernah mengenal istilah marmer, mereka hanya memahami batu sebagai sumber air, bukan barang tambang. Disamping itu, batu-batu yang sering disebut Faot Kanaf memiliki hubungan langsung dengan sejarah enam belas marga masyarakat adat Molo yang tersebar di daratan pulau Timor. Hubungan inilah yang menentukan identitas masyarakat Molo. Disamping itu, ritus-ritus adat yang selalu digunakan masyarakat untuk upacara tradisional masih banyak terdapat disekitar gunung batu hingga sampai sekarang ini.
Berdasarkan pengalaman yang dilihat oleh masyarakat selama ini, pertambangan tidak pernah mampu meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat di sekitar pertambangan. Salah satu contoh kasus yang sangat dekat dengan mereka adalah pertambangan di Nae Tapan desa Tunua, satu desa yang tidak jauh dari Fatumnasi. Hadirnya pertambangan di wilayah mereka lebih banyak menghadirkan kesengsaraan daripada kemakmuran yang diterima oleh masyarakat.
Berdasarkan kondisi tersebut diatas, masyarakat secara tegas melakukan penolakan tambang dengan alasan apapun seperti yang telah diungkapkan kepada kami. Untuk itu, pernyataan Beny K Harman yang telah dimuat di harian Pos Kupang hari Jum-at (15/12/2006) kurang memiliki dasar dan argumentasi yang jelas. Beny K Harman hanya datang sekilas dalam sebuah pertemuan yang diselenggarakan pada tanggal 13 Oktober 2006 di salah satu Gereja di Fatumnasi, sehingga Beny K Harman kurang memahami/ mengerti tuntutan masyarakat saat ini.
Demikian pers release ini Kami buat, sebagai sebuah tanggapan terhadap Beny K Harman terkait dengan penambangan di Faut Lik dan Fatu Ob desa Kuanoel. Untuk melakukan klarifikasi/ konfirmasi tentang penolakan masyarakat ini bisa menghubingi:
1. Mellkysedek Oematan/ Pak Mel : 081353743746
2. Aleta Baun : 081318967319
3. Theos/ Arit via HP Yati : 085239329345
Kupang, 18 Desember 2006
Hormat Kami,
Kelik Ismunandar
Manager Advokasi dan
Pengembangan Isu Pikul
No Kontak; 081339178762
Engin ummæli:
Skrifa ummæli