1. Share Situasi Terakhir
Share situasi terakhir disampaikan oleh Theos (Lulbas Fatumnasi) dan Bpk Yohanes Almet (Pendeta Fatumnasi) berdasarkan situasi sampai dengan tanggal 20 September 2006. Berikut perkembangan terakhir dilapangan;
A. Posisi Perusahaan
- Setelah kunjungan dilakukan oleh kawan-kawan Pikul, Sinode, LMND, OAT dan LBH Timor pada hari Sabtu-Minggu, 9-10 September 2006 alat-alat berat yang berupa excavator,truck besar (FUSO) dan alat-alat pertambangan masih berada dan terus masuk ke desa Kuanoel.
- Excavator perlahan-lahan terus masuk kedalam di lokasi tambang[1] yang dilakukan pada pagi dini hari (kira-kira pukul 02.00 – 03.00 WITA) dengan menggunakan titik paling lemah manusia yaitu pada saat penduduk masih tertidur.
- Alasan yang digunakan oleh pihak perusahaan untuk terus masuk ke lokasi pertambangan adalah hanya akan mengambil air dan tidak akan melakukan penambangan
Ibu-ibu di desa Kuanoel masih terus melakukan perlawanan terhadap masuknya alat-alat berat di desa mereka. Dalam hal ini sempat terjadi adu mulut antara para Ibu-ibu dan pihak perusahaan (hanya diwakili karyawan bukan pemilik perusahaan secara langsung). Pihak perusahaan memberi jawaban agar penduduk bicara secara langsung dengan Bupati karena ijin pertambangan telah diberikan.[2] - Pihak perusahaan mencoba mengintimidasi dan mempengaruhi masyarakat dengan menggunakan kasus pembangunan Gereja di desa Fatumnasi.[3] Dalam hal ini pihak perusahaan menjanjikan untuk melunasi seluruh kekurangan uang pembangunan asal masyarakat memberi ijin penambangan
- Pihak perusahaan masih menggunakan taktik pecah belah antar warga dengan memberi fasilitas dan janji-janji kepada sebagian warga (khusus di desa Fatumnasi) yang bisa mendukung pihak perusahaan. Fasilitas dan janji yang diberikan kepada pihak perusahaan kepada sebagian masyarakat diantaranya adalah mengundang beberapa orang dari Fatumnasi untuk pergi ke Surabaya (dengan berbagai fasilitas yang disediakan) agar mendukung perusahaan. Namun demikian jumlah orang yang mampu dipengaruhi oleh perusahaan tidak cukup banyak.
B. Intimidasi Aparat - Setelah kunjungan kawan-kawan pada tanggal 9-10 September 2006, masyarakat telah didatangi aparat keamanan (TNI-Polri) yang berpakaian preman (bukan seragam) dan bersenjata (baca; alat jahat) beberapa kali. Pihak aparat keamanan menekan masyarakat untuk tidak melakukan demo serta menolak ajakan/ keterlibatan dari orang diluar Molo
- Disamping dari pihak aparat keamanan, intimidasi/ terror dan diskriminasi kepada masyarakat juga dilakukan oleh aparat desa yaitu Camat dan Kantor Catatan Sipil. Berdasarkan informasi yang disampaikan Bpk. Yohanes Almet pihak Kecamatan maupun catatan sipil tidak akan memberi dan mempersulit masyarakat untuk mendapatkan surat-surat maupun perijinan[4] kepada masyarakat yang terlibat penolakan tambang.
C. Kondisi Masyarakat - Pada saat ini, tingkat perlawanan masyarakat adat (khususnya desa Kuanoel dan Fatumnasi) masih cukup kuat. Untuk menyikapi perusahaan yang beroperasi pagi dini hari maka para tokoh adat/ lokal meminta agar masyarakat tetap keluar rumah jam berapapun ketika mendengar excavator dihidupkan dan masyarakat menyetujuinya
- Rasa solidaritas dan keresahan[5] sudah mulai muncul dari beberapa warga desa di luar desa Kuanoel dan Fatumnasi. Beberapa desa yang telah menyatakan dukungannya antaralain; desa Bijel, Tutem, Laob, Tobu, Sabot, Bosen, Bijay Punu, Netpala dan masih ada beberapa desa yang lain. Sebagai salah satu bentuk dukungan dan solidaritas yang diberikan, warga desa yang berada dibawah menunggu undangan dari para tokoh desa Kuanoel dan Fatumnasi untuk melakukan koordinasi bersama. [6]
- Pihak Gereja (khususnya Pendeta) telah memberikan dukungan secara langsung kepada masyarakat yang melakukan perlawanan terhadap perushaan tambang. Dukungan dari Pendeta terhadap perjuangan masyarakat tidak terlepas dari sikap yang telah diambil oleh Sinode yang menyatakan sikap;
1. Melarang penggunaan Gereja oleh pihak perusahaan maupun pihak manapun untuk memperlancar penambangan di seluruh wilayah Molo
2. Pihak Gereja akan menolak seluruh bantuan yang berasal dari usaha pertambangan yang telah terbukti merugikan rakyat dan merusak ekologis - Anak-anak muda belum terlibat secara maksimal sehingga perlu membangkitkan semangat mereka untuk terlibat dengan Bapak-bapak/ Mama-mama yang saat ini sedang melakukan penolakan
[1] Pada saat kunjungan tanggal 9-10 September 2006, posisi excavator masih berada di pinggir jalan
[2] Sampai dengan laporan ini dibuat tanggal 25 September 2006, informasi mengenai SK Bupati TTS yang memberi ijin Pertambangan kepada PT. Teja Sekawan Surabaya belum diperoleh buktinya
[3] Pada saat ini masyarakat adat Fatumnasi sedang berselisih dengan salah seoarang investor yang membangun gereja di desa Fatumnasi. Persoalan berawal dari permintaan investor kepada masyarakat untuk segera melunasi kekurangan biaya sebesar kurang lebih 28 juta namun masyarakat menolak karena dalam proses pengerjaannya tidak sesuai dengan gambar yang telah disetujui kedua belah pihak. Disamping pengerjaan tidak sesuai dengan rencana ada beberapa penyimpangan yang dilakukan oleh investor terhadap bahan-bahan bangunan. Dalam hal ini masyarakat tetap bersedia membayar kekurangan biaya sebesar 28 juta (uang tersebut juga ada) asal pembangunan sesuai dengan rencana dalam gambar. Menurut pendapat saya pribadi (Kelik Ismunandar) pihak developer telah melakukan penipuan kepada masyarakat adat yang lugu, jujur dan polos tersebut. Keluguan dan kepolosan masyarakat adat telah dimanfaatkan oleh developer untuk mengeruk keuntungan dari masyarakat adat Fatumnasi.
[4] Satu contoh kasus adalah dipersulitnya ijin perkawinan dari kantor catatan sipil kepada salah seorang warga dengan alasan yang tidak masuk akal yaitu terburu-buru akan pergi ke Jakarta. Pada saat yang bersamaan ada salah seorang warga (pendukung perusahaan) yang sedang mengurus proses yang sama memperoleh surat dengan sangat mudah
[5] Keresahan dan solidaritas dari warga diluar desa Kuanoel dan Fatumnasi didasarkan pada kesadaran ekologis yang mereka miliki yaitu jika batu jadi ditambang maka warga desa yang berada dibawah akan mengalami bencana yang berupa pencemaran dan kekurangan air. Menurut pendapat beberapa warga yang dibawah,”Jika batu jadi ditambang maka Kami warga yang ada dibawah akan menerima akibatnya yang berupa pencemaran dan kesulitan air. Untuk kalian (warga yang diatas) mungkin tidak akan kesulitan air karena sumber air berada disana”.
[6] Dalam waktu dekat para tokoh adat Kuanoel dan Fatumnasi akan menggelar upacara adat Okumama yang akan mengundang para tokoh-tokoh adat yang berasal dari beberapa desa yang ada dibawah
Engin ummæli:
Skrifa ummæli