9.28.2006

Siaran Pers Jatam, 21 September 2006

Kamis 21 September 2006 16:34:33
WIB Tambang Marmer di Timor, Langgar Hak Warga

MinergyNews.Com, Jakarta - Surat Keputusan Bupati Timor Tengah Selatan mengenai penambangan marmer di kawasan Pegunungan Molo, menuai konflik antar masyarakat. (release JATAM, 20/9)Perusahaan tambang marmer, PT Teja Sekawan yang mengantongi surat dari Bupati telah secara semena-mena menggusur tanah milik warga untuk pembuatan jalan ke lokasi penambangan di gunung batu Faut Lik dan Fatu Ob, Desa Kuanoel, Kecamatan Fatumnasi, tanpa negosiasi terlebih dahulu.

Pada tanggal 24 Agustus 2006, PT Teja Sekawan telah menggunakan alat berat membongkar paksa pagar kebun milik keluarga Eti Anone untuk dijadikan jalan menuju gunung batu yang hendak ditambang. Aksi sepihak perusahaan yang menginjak-injak hak dan kepemilikan orang lain ini sempat dihentikan oleh warga. Namun kemudian, perusahaan memecah belah warga dengan membayar sebagian orang agar mendukung tambang.

Ironisnya, aparat Polri, PNS, dan TNI yang hadir di sana justru membenarkan tindakan perusahaan tersebut. Mereka yang seharusnya melindungi dan mengayomi rakyat justru telah mengorbankan rakyat demi kepentingan pengusaha.

Peristiwa serupa telah sering terjadi. Yang terkahir pada Maret 2006, terjadi konflik antara masyarakat dengan PT Sumber Alam Marmer (SAM) yang juga mendapat ijin Bupati untuk menggali dan memotong bukit batu di Desa Tunua, Kecamatan Fatumnasi.

Pemotongan gunung-gunung batu di sana menyebabkan rusaknya tata air sehingga warga kesulitan mendapatkan air bersih. Pemotongan gunung batu juga menyebabkan tanah longsor hingga menggerus lahan pertanian.

Tindakan Bupati mengijinkan penambangan batu marmer sangat tidak logis, mengingat gunung batu memiliki fungsi hidrologi yang sangat vital sebagai resapan air. Hilangnya gunung batu menyebabkan krisis air bagi warga setempat dan resiko tanah longsor.

Hampir seluruh pulau Timor dinaungi jajaran pegunungan batu yang secara evolutif merupakan bentukan alam yang paling sesuai untuk ekosistem setempat. Tindakan Bupati yang tanpa didasari analisis ilmiah mendalam akan memusnahkan gunung-gunung batu tersebut. Sudah pasti keseimbangan alam yang terbentuk lewat proses evolutif ribuan tahun akan terganggu dan akan beresiko menimbulkan bencana. Pada akhirnya, rakyat yang bermukim di sekitar lokasi tambang akan menanggung kesengsaraan, bukan Bupati, Kapolres, apalagi pengusaha.

Kasus ini sekali lagi membuktikan bahwa pertambangan skala besar dan pemerintah kerap menggunakan cara-cara kotor untuk memaksakan pertambangan beroperasi, sehingga memicu konflik horisontal.

JATAM mengecam tindakan Bupati TTS yang mengeluarkan ijin Kuasa Pertambangan yang memicu konflik sosial dan beresiko tinggi bagi keselamatan rakyat dan lingkungan. JATAM menuntut aparat pemerintah dan keamanan berhenti melindungi perusahaan dan segera memperhatikan masalah warga.

Kabupaten TTS terbukti tidak menegakkan citra pemerintah yang bersih (Good governance) sehingga tak hanya beresiko bagi keselamatan rakyat setempat tetapi juga terhadap keamanan investasi. Pendekatan kekerasan di semua lokasi pertambangan skala besar terbukti menghasilkan konflik sosial berkepanjangan dan mengakibatkan biaya sosial yang tinggi bagi perusahaan. (MNC-8)

Engin ummæli: