9.29.2006

Pernyataan Sikap FRAPERNAS Atas Kasus Tambang di Molo dan Belu

FRONT PERSATUAN PEMBEBASAN NASIONAL
(FRAPERNAS)
KOTA KUPANG
• LMND • SRMK • SEPARATIK • IMATOR • FORSDEM

__________________________________________________________________

Pernyataan Sikap
AKSI SOLIDARITAS TERHADAP
PERJUANGAN RAKYAT MOLLO, TTS dan RAKYAT LIDAK, BELU
MENOLAK PERTAMBANGAN MARMER DI DAERAHNYA


SELAMATKAN LAHAN PANGAN RAKYAT !!

SELAMATKAN AIR DI PULAU TIMOR !
TOLAK PERTAMBANGAN MARMER !!!



Penolakan rakyat terhadap aktivitas penambangan Marmer di Pulau Timor bukan lagi hal yang baru. Berbagai macam bentuk sikap penolakan tampak dalam tindakan rakyat, mulai dari menulis di surat pembaca media massa, mengirim delegasi untuk berdiaolog dengan pemerintah, DPRD dan pengusaha, hingga aksi massa pendudukan dan blokade areal dan aktivitas pertambangan yanng beberapa kali berakhir dengan penangkapan dan pemenjaraan rakyat. Kni rakyat di dua kabupaten yang berbeda di Pulau Timor sedang resah dan berjuang untuk menolak aktivitas pertambangan. Mereka adalah rakyat Fatumnasi, di Kabupaten TTS dan Rakyat Lidak, di Kabupaten Belu.

Penolakan rakyat umumnya dilandasi oleh semangat mempertahankan keselamatan alam dan kedaulatannya atas lahan mata pencaharian, dimana keduanya berhubungan dengan produksi pangan.

Sayangnya respon yang ditunjukan rakyat tidak kunjung mengubah sikap dan cara berpikir para penghasil kebijakan, baik itu Pemerintah pusat hingga Bupati, maupun jajaran legislatif dari pusat sampai kabupaten.

LANDASAN SIKAP
Aktivitas Pertambangan Marmer memang lebih banyak mendatangkan kesengsaraan bagi rakyat, dari pada keuntungan. Keuntuan hanya menjadi milik pengusaha/investor dan pemerintah yang bersekutu dengannya.

Bagi rakyat di sekitar pertambangan, kesengsaraan yang dialami berupa:

1. Hilangnya lahan pertanian akibat dirampas oleh perusahaan tambang untuk membangun fasilitas pendukung pertambangan maupun oleh karena letak lahan mereka di atas gugusan marmer yang ditambang

2. Hilangnya akses rakyat terhadap air, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, maupun untuk mengairi lahan pertaniannya. Hal ini disebabkan oleh rusaknya sumber mata air (umumnya bukit marmer terdapat banyak mata air dan aliran sungai bawah tanah), maupun oleh pencemaran air karena limbah pertambangan

3. Berbagai macam penyakit, terutama penyakit kulit dan perut karena pencemaran air.

4. Rusaknya budaya dan istiadat masyarakat setempat (umumnya bagi rakyat di Pulau Timor, bukit marmer adalah tempat yang disakralkan untuk melakukan upacara adat)

5. Potensial mengalami kekerasan HAM berupa intimidasi dan tindakan represif dari aparat kepolisian, tentara maupun preman yang melindungi kepentingan pemodal.

6. Bagi Rakyat di Pulau Timor, operasi tambang Marmer, terutama di Kawasan Pegunungan Mutis dan Timau, merupakan ancaman bagi ketersedian air dan produksi pangan. Berbagai macam DAS yang mengaliri daratan Timor bersumber dari Timau dan Mutis yang kaya dengan cadangan Marmer.

Tambang Marmer juga bukan hal yang penting bagi masyarakat. Marmer bukanlah kebutuhan pokok konsumsi rakyat (dibandingkan dengan air dan pangan). Marmer juga bukanlah bahan baku bagi kelangsungan sistem ekonomi dan kemajuan kehidupan umat manusia (bandingkan dengan tambang minyak, gas, batu bara serta biji besi dan aluminium). Sebesar-besarnya produksi marmer hanya berakhir sebagai pajangan penghias rumah orang-orang kaya.

Keuntungan yang dihasilkan oleh aktivitas pertambangan Marmer juga hanya bagian yang sangat kecil jatuh ke tengan pemerintah dan digunakan untuk melayani kepentingan rakyat. Paling besar keuntungan pertambangan Marmer jatuh ke tangan pengusaha yang membawa keluar bongkahan Marmer dari Timor dan mengolahnya di tempat lain menjadi produk yang bernilai jauh lebih tinggi dari pada bongkahannya. Di tempat asalnya, si investor menikmati keuntungan dari penjualan marmer yang nilainya sudah bertambah berkaki-kali lipat.

Apakah penambangan Marmer bisa membuka lapangan kerja di Pulau Timor? Ya, tetapi sangat sedikit karena industri pengolahannya tidak terletak di Timor. Sementara kerugian yang dirasakan rakyat, tidak terhitung besarnya.

Sikap yang seharusnya diambil bagi pertambangan marmer adalah PENUTUPAN.

Hal ini berbeda dengan penambangan Minyak dan Gas Bumi, Batu Bara ataukah logam yang memang sangat dibutuhkan sebagai bahan baku dan bahan bakar produksi berbagai macam kebutuhan. BAGI TAMBANG MINYAK DAN GAS BUMI, BATU BARA ATAUKAH LOGAM SEPERTI BIJI BESI, TEMBAGA DAN ALUMINIUM, selain wajib memperhatikan keselamatan lingkungan, sikap yang seharusnnya diambil pemerintah adalah

MENASIONALISASI INDUSTRI PERTAMBANGAN,

agar keuntungan yanng selama ini dinikmati pemodal asing bisa beralih ke tangan negara untuk digunakan bagi perbaikan dan pelestarian lingkunganl, menyediakan dan melayani berbagai macam kebutuhan rakyat.

Perkembangan Persoalan Tambang Marmer di Mollo, Fatumanasi Kab. TTS dan Lidak, BELU

1. Lidak, Belu


- Lidak adalah kawasan yang meliputi Kecamatan Kota, Kecamatan Tasbar dan Kecamatan Kakuluk Mesak

- Perbukitan Lidak memiliki cadangan Marmer menurut pemetaan PT SIPON MULTI AKTIF (SMA) adalah 20 buah batu, terbentang pada kawasan seluas 9000 Ha yang meliputi Kelurahan Umanen (kecamatan Kota Atambua), Desa Tukuneno Kecamatan Tasbar, Desa Fatuketi, Desa Dualaus, Desa Jenilu dan Desa Kenebibi, Kec. Kakuluk Mesak

- Mayoritas rakyat di kawasan perbukitan Lidak bekerja sebagai petani dan peternak. Pekerjaan ini dijalankan dengan teknik dan teknologi yang sederhana.

- Oleh masyarakat setempat, bukit-bukit Batu Lidak merupakan tempat melaksanakan upacara adat, terutama upacara meminta hujan dan menolak curang hujang yang terlalu tinggi

- PT SMA mengklaim memiliki hak mengeksploitasi cadangan Marmer Lidak berdasarkan:

a) Keputusan Bupati Belu bernomor: Distamben.540/BP.PP/06/V/2006 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi Bahan Galian C (Marmer) kepada PT Sipon Multi Aktif

b) Undangan Wagub NTT, Frans Leburaya

- Pada tanggal 25 Agustus, bertempat di Aula Gereja Katolik setempat diadakan sosialisasi rencana kerja eksploitasi Marmer oleh PT SMA didampingi Kadistamben Kabupaten Belu, Kepala desa di sekitar Perbukitan Lidak dan camat dari 3 kecamatan.

Saat pertemuan tersebut, PT SMA dan Pemerintah tidak memberikan jawaban memuaskan atas pertanyaan rakyat.

Bahkan Camat Kota Atambua mengusir salah seorang peserta (Yoseph Seran) karena mengajukan pertanyaan tentang dampak pertambangan, AMDAL, dan kompensasi bagi rakyat

- Pada tanggal 28 Agusutus diadakan lagi sosialisasi rencana pertambangan. Kegiatan ini dibuka Bupati Belu, dan dihadiri oleh kalangan pengusaha, pejabat TNI, Polri, LSM. Sementara itu undangan terhadap rakyat diskriminatif didominasi bagi kelompok kecil yang pro pertambangan. Demikian juga rakyat yang hanya mengenakan kain (umumnya kaun tani) tidak diizinkan masuk.

- Sosialisasi ini juga tidak memuaskan rakyat, tertuama persoalan kejelasan penggunaan lahan 9000 Ha yang dicemaskan agar menggusur rakyat dan mengubah fungsi lahan pertanian dan hutan menjadi areal pertambangan.

- Dalam kegiatan sosialisasi ini ditemukan penipuan oleh kepala desa Tukuneno yang memanipulasi pernyataan sikap rakyat menolak pertambangan yang ditandatangani 15 orang perwakilan rakayt menjadi pernyataan mendukung pertambangan.

- Pada tanggal 17 September, pertemuan di Kantor Kelurahan Umanen, yang juga dihadiri aktivis LMND (Donatus Djo) dan pengurus KP PAPERNAS Kabupaten Belu (David Seran), pihak dinas pertambangan, dan pengusaha, berakhir tanpa titik temu ketika upaya pihak pengusaha-pemerintah menandatangani MoU yang isinya berat sebelah dibelokan rakyat menjadi forum gugatan pemberian izin penambangan yang tidak demokratis dan upaya sosialisasi yang manipulatif.

- Setelah dua kali pertemuan pada tanggal 19 dan 20 September di Paroki Umanen, antara rakyat, LMND NTT dan KP PAPERNAS Kabupaten Belu disepakati terbentuknya Front Persatuan Masyarakat Lidak-Umanen (FPMLU) sebagai wadah perjuangan menolak kehadiran penambangan Marmer di Lidak. Pertemuan juga menghasilkan dokumen pernyataan sikap penolakan penambangan.

- Pada pertemuan tanggal 21 September antara 40-an oranng utusan rakyat dan pemerintah yang difasilitasi Lurah Umanen, rakyat menolak agenda pembahasan isi MoU dan menggantinya dengan pembacaan pernyataan sikap penolakan Hasil Sosialisasi Penambangan Marmer di Lidak yang memanipulasi penolakan rakyat menjadi kesepakatan.

2. Kuanoel, Fatumnasi, TTS


- FautLik (bukit batu) yang berdiri gagah di Desa Kuanole, Kecamaten Fatumnasi, Kabupaten TTS)sedang berada di bawah ancaman alat berat milik PT. Teja Sekawan Surabaya, perusahan tambang Marmer. FautLik akan menjadi korban berikut, setelah FatuNaitapan di Tunua, desa tetangga yang tidak jauh dari Kuanoel porak-poranda ditambang. Terutama setelah terhentinya perlawanan rakyat di Naitapan oleh represi, penangkapann dan penahanan puluhan peserta aksi blokade oleh aparat polisi dan preman yang menjadi centeng perusahaan.

- Pantauan kawan-kawan PIKUL, LMND (Buce Brikmar) dan LBH Timor yang mengunjungi Desa Kuanoel 9-10 September, tampak excavator, truk besar (FUSO) dan berbagai peralatan dan perlengkapan tambang terus masuk ke Kuanoel.

- Aktivitas penambangan belum berjalan lancar oleh perlawanan Kaum Perempuan Kuanoel dan Fatumnasi yang berdiri paling depan menghadanng Excavator.

- Tetapi aparat represif (tentara dan polisi) dan preman bayaran selalu menjadi pengawal setiap kepentingan pemodal, menenteng senjata mendatangi rakyat dan mengintimidasi rakyat untuk tidak mmelakan aksi unjuk rasa dan menolak kedatangan oragan-orang dari luar Mollo yang memberi solidaritas terhadap perlawanan rakyat.

- Demikian pula Camat memainkan peran penting mendukung penambangann dan menekan rakyat.

- Bahkan, menurut pengakuan rakyat (Bapak Yohannes Almet), Kantor Catatan Sipil ikut-ikutan memainkan peran, bertindak diskriminatif terhadap rakyat penolak tambang yang mengurus surat-surat dan perizinan. Pernah kejadian, pada saat yang sama, dua orang warga Fatumnasi yang berbeda sikap politik terhadap penambangan datang ke catatan Sipil mengurus izin perkawinan. Rakyat yang menolak tambang tidak dilayani dengan alasan si pejabat akan segera berangkat ke Jakarta, sementara rakyat yang setuju penambangan mendapatkan surat izin dengan mudahnya.

- Rakyat Fatumnasi tentu saja menolak tambang, karena itu berarti:

- Lahan pertanian rusak dan terampas oleh aktivitas tambang

- Sumber air disedot untuk kepentingan penambangan, air keruh mengancam kesehatan dan pada akhirnya sumber air akan hilang ketika batu ditambang.

- Keresahan akibat aparat polisi dan tentara yang mondar-mandir di desa mereka

- Angin yang turun kencang dari Puncak gunung Mutis akan semakin berlipat-lipat kencang menerpa rumah rakyat dan tanamannya karena Fautlik yang berdiri menghadang angin akan dipangkas.

- Hancurnya simbol budaya Mollo (Fautkanaf—masyarakat penjaga batu, dan Oekanaf—penjaga air)

- Kerusakan lahan pertanian dan penurunan ketersediaan air berdampak pada turunnya produksi pangan, yang berujung pada kemiskinan rakyat dan kelaparan.

- Batu-batu di sekeliling Mutis di tambang berarti membahayakan keberlangsungan aliran air di DAS-DAS di seluruh pulau Timor.

- Itu berati penambangan Fautlik dan bukit-bukit batu lainnya = kekeringan Timor di masa depan = kehancuran lebih dalam ketahanan pangan = kematiann bagi anak-cucu setiap manusia yang hidup di atas Pulau Timor.



Tuntutan:
Berdasarkan hal-hal di atas, kami menuntut:

1. Kepada DPRD NTT untuk sedikit membuka hati dan pikirannya agar:
- Mengeluarkan sikap politik mendesak Bupati TTS dan Bupati Belu menghentikann aktivitas maupun rencana penambangan di Mollo dan Lidak.

- Mengeluarkan sikap politik mendesak Gubernur NTT memberi keterangan yang jujur tentang posisi izin prinsip penambangan marmer yang pernah dikeluarkan dan mencabutnya jika izin tersebut masih menjadi salah satu landasan pemberian izin penambangan oleh bupati-bupati di Timor.

- Mengeluarkan sikap politik mendesa pimpinan TNI dan POLRI untuk menarik kembali personilnnya yang bekeliaran di Fatumnasi agar tidak meresahkan rakyat dan berpotensi melanggar Hak Asasi Sipil Politik Rakyat.



2. Kepada Kapolda NTT, kami menuntut:
- Menindak tegas kapolres TTS, dan Kapolsek Fatumnasi jika terdapat indikasi intimidasi terhadap rakyat oleh pasukannya.

3. Bupati TTS dan Bupati Belu, kami menuntut:
- Mendengarkan keluhan dan tututan rakyat

- Memperhatikan keselamatan ekologis dan ketahanan pangan pulau Timor

Dengan cara:

- Segera mencabut izin penambangan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan tambang Marmer di wilayah masing-masing

- Menuntut Perusahaan yang telah atau sedang beroperasi bertanggungjawab merehabilitasi kondisi lingkungan yang rusak akibat aktivitasnya.




SELAMATKAN LAHAN PANGAN RAKYAT !!
SELAMATKAN AIR DI PULAU TIMOR !
TOLAK PERTAMBANGAN MARMER !!!







Kupang, 28 September 2006



koordinator

Aksi Solidaritas untuk Rakyat Mollo dan Lidak

Front Persatuan Pembebasan Nasional \FROPERNAS)







Y. B. Tolok



 

Engin ummæli: