
Up Date 1-3 November 2006
Kronologis Aksi Perlawanan Masyarakat Fatumnasi
Menolak Penambangan Marmer
Rabu, 1 November 2006: Pertemuan dengan Bupati TTS
Untuk mendukung pendudukan areal tambang di Kecamatan Fatumnasi yang telah di lakukan masyarakat kecamatan Fatumnasi kurang lebih selama tiga minggu, sekitar 20 orang masyarakat Kecamatan Fatumnasi mendatangi kantor Bupati TTS, untuk menemui Bupati TTS, Daniel A Banunaek.
Target dari aksi delegasi tersebut adalah pertama, untuk mendapatkan dokumen hukum SIPD atas wilayah mereka, karena selama ini dokumen hukum tersebut tidak pernah didapatkan atau diinformasikan kepada masyarakat. Target perolehan dokumen SIPD ini bertujuan untuk melakukan perlawanan hukum atas status wilayah tambang di daerah masuyarakat Desa Kuan Noel; kedua, untuk menegaskan dan atau menyampaikan pesan kepada DPRD atau Bupati, bahwa masyarakat Desa Kuan Noel menolak dengan tegas keberadaan SIPD yang diberikan kepada PT Teja Sekawan; ketiga, memberikan pesan kepada publik atas keberadaan SIPD yang diperuntukan bagi wilayah di sekitar Mollo akan sangat berbahaya bagi kelangsungan kelestarian lingkungan.
Namun, Bupati sedang tidak ada di kantor, dan delegasi masyarakat di terima oleh sekretaris daerah TTS, Alfred Kase, Yusuf Halla (Kepala Kesatuan Bangsa), Soleman Kabu (Kasat Pol PP), dan Tonce Sakan (Humas). Masyarakat meminta agar Bupati segera mencabut ijin penambangan marmer di Fautlik, Desa Kuanoel. Jika tambang marmer berjalan efeknya akan banyak merugikan masyarakat;
1. Sebab lokasi tersebut merupakan sumber air yang tidak hanya menjadi sumber kebutuhan masyarakat setempat dan tetapi juga masyarakat Timor. Masyarakat khawatir penambangan akan merusak sumber air, dan menyebabkan sumber air bagi pulau Timor punah.
2. Areal sekitar tambang, tanah milik 103 KK, yang menjadi sumber lahan pencaharian kebutuhan pokok masyarakat telah di klaim oleh perusahaan tambang.
Masyarakat menolak menerima ganti rugi yang ditawarkan oleh perusahaan tambang, karena itu sama saja dengan membunuh anak cucu mereka. Mereka memberikan Bupati deadline satu minggu untuk melakukan pencabutan ijin, dan mengeluarkan eskavator milik perusahaan tambang yang ada di lahan masyarakat, jika tidak masyarakat akan membakar eskavator tersebut.
Sekretaris Daerah mengatakan bahwa mereka tidak bisa mengambil keputusan atas apa yang disampaikan oleh masyarakat dan akan meneruskan aspirasi ke Bupati Banunaek.
Setelah dari Kantor Bupati, masyarakat menuju kantor DPRD TTS di ruang sidang dan menyampaikan aspirasi yang sama. Mereka di terima oleh Daniel A Taneo (Ketua Komisi A), Matheos A Haning (wakil ketua komisi B), Arfaksat Tlonaen (anggota Komisi C), Gotlif Nenabu (Anggota Komisi C), dan Adolfina Wakelulu (Anggota Komisi C). Hasil dari pertemuan tersebut sama saja, anggota DPRD yang menemui mengatakan akan meneruskan apa yang masyarakat sampaikan ke pimpinan dan wakil pimpinan DPRD TTS karena ketua dan wakil ketua DPRD sedang keluar daerah.
Kamis, 2 November 2006: Perempuan-perempuan tangguh di Garis Depan Perlawanan
Pukul 09.00 WITA, sekitar 4 orang pekerja tambang mulai bekerja di kawasan tambang batu fautlik, dengan dijagai oleh sekitar 20 orang preman yang bersenjata lengkap (pistol, parang dan ketapel lempar –senjata tajam yang bisa dilemparkan jarak jauh). Mereka masuk ketika masyarakat yang bertahan di sekitar tambang hanya tinggal sekitar 30-an orang saja, setelah bertahan lebih dari 2 minggu di kawasan tambang batu fautlik dan kuanoel.
Pukul 12.00 WITA, 3 orang pekerja mulai mem-bor batu yang di duduki oleh 3 orang perempuan. Para perempuan tetap menduduki batu tersebut sambil bernyanyi, sementara debu-debu yang keluar dari proses pem-bor-an telah menutupi tubuh dan muka mereka, bahkan ada satu Mama yang matanya kemasukan debu. Melihat kondisi itu, Mama Aleta Baun tidak tahan, dia ikut naik di atas batu dan meminta para pekerja menghentikan pem-bor-an batu. Tetapi para pekerja tambang masih terus bekerja, dan tidak memperdulikan teriakan dari Aleta Baun. Karena, kesal Aleta Baun meminta megaphone kepada seorang temannya. Dengan menggunakan megaphone dia meminta sekali lagi kepada para pekerja untuk menghentikan pekerjaan tambang, tapi tetap diindahkan permintaannya itu. Lalu Mak Leta turun dari batu dan mendekati pimpinan proyek, meminta agar pimpinan proyek menyuruh para pekerja untuk berhenti bekerja karena mama-mama yang duduk di atas batu, tubuhnya sudah di penuhi debu. Tapi pimpinan proyek itu justru mengata-atai mak leta, dan mengatakan “jika bertemu di jalan, maka Mak Leta akan dibunuh”.
Melihat kondisi itu masyarakat semakin marah. Para pekerja dan preman-preman yang dibayar perusahaan juga mulai terlihat marah. Para perempuan yang duduk di atas batu mulai berteriak agar pimpro tidak bertindak kasar kepada Mak Leta. Seorang perempuan kemudian mendekati pekerja tambang, dan sempat menampar seorang preman. Pekerja tambang kemudian “mem-pantat-i” masyarakat. Melihat itu Mama-mama juga sempat “mem-pantat-i” masyarakat, bahkan sampai ada yang membuka bajunya. Pekerjaan tambang sempat terhenti selama dua jam.
Pukul 15.00 WITA Kasat Reskrim, Bapak Y. Selan, datang. Dia mengatakan bahwa pekerja tambang tidak boleh ribut dengan masyarakat, karena jumlah mereka hanya sedikit (20 orang) sementara massa berjumlah 300 orang. Dia mengatakan bahwa lebih baik massa bertahan di sana, karena tanah ini adalah milik mereka jadi harus dipertahankan. Kasat Reskrim kemudian meminta investor menghentikan kerjanya. Kemudian Kasat reskrim kembali ke Soe, dan pekerja tambang menghentikan pekerjaannya. Masyarakat terus berdatangan ke areal tambang. Hingga kronologis ini dibuat pada pukul 18.00 Wita sudah ada 350 orang yang menduduki tambang.
Jumat, 03 November 2006
Ratusan masyarakat Fatumnasi melakukan aksi ke kantor camat Fatumnasi. Masyarakat meminta agar Camat Fatumnasi memberikan pernyataan mengenai penolakan terhadap tambang, mendesak Bupati untuk mencabut ijin penambangan, dan meminta camat turun ke lokasi penambangan untuk bergabung bersama masyarakat.
Camat Fatumnasi, Lambert Oematan DA, akhirnya membuat surat pernyataan yang isinya menolak penambangan dan meminta kepada Bupati TTS untuk mencabut ijin penambangan bagi PT Teja Sekawan di Fatumnasi.
Kupang, 03 November 2006
Divisi Advokasi PIKUL Kupang-NTT
1 ummæli:
Wah baru tau kalo pertambangan marmer itu bisa bikin sengketa seperti ini
Skrifa ummæli