Up Date Mollo
Dua Anggota DPD Mengunjungi Lokasi Tambang di Desa Kuanoel
Kupang, 27 Januari 2007
Kasus kekerasan dan penolakan masyarakat desa Kuanoel-Fatumnasi terhadap kehadiran tambang marmer telah menarik perhatian dua anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dua anggota DPD yang hadir tersebut yaitu Drs. Yonathan Nubatonis yang berasal dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Benny Horas Panjaitan yang berasal dari daerah pemilihan Riau pada hari Sabtu (27/01/07) pukul 10.00 WITA di lokasi pendudukan. Kunjungan dua anggota DPD ini khusus untuk membicarakan kasus tambang marmer yang telah menyita perhatian banyak pihak.
Dengan kawalan ketat dari petugas Kepolisian dan Satpol PP, dua anggota DPD tersebut melakukan dialog secara langsung dengan masyarakat selama kurang lebih dua jam. Bapak-bapak dan Mama-mama yang berjumlah kurang lebih 200-300 orang telah berdatangan dari dua desa yang selama ini menolak kehadiran tambang sejak pagi.
Informasi akan kehadiran dua anggota DPD ini telah diketahui masyarakat sejak hari Jum-at (26/01/07) lalu melalui salah seorang perangkat desa di Kuanoel. Melalui perangkat desa tersebut, Bupati juga meminta perwakilan masyarakat agar datang ke rumah dinas Bupati TTS di Soe pada hari Jum-at pagi, untuk membicarakan kasus pertambangan ini. Namun masyarakat menolak untuk hadir karena undangan yang disampaikan terlalu mendadak dan masyarakat curiga terhadap agenda yang akan dibicarakan ketika bertemu dengan Bupati sudah direkayasa.
Diawal pertemuan, dua anggota DPD menjelaskan secara singkat maksud dan tujuan kunjungannya ke desa Kuanoel. Dua anggota DPD ini juga menginformasikan bahwa mereka telah melakukan pertemuan dengan Bupati dan beberapa tokoh masyarakat di TTS pada hari Jum-at malam di rumah dinas Bupati untuk membicarakan kasus penolakan masyarakat desa Kuanoel-Fatumnasi terhadap kehadiran tambang marmer di desa mereka. Untuk itu kehadiran mereka ingin membantu/ menjadi mediator antara pemerintah daerah kabupaten TTS dengan masyarakat agar bisa duduk bersama.
Pada saat sesi dialog, salah seorang anggota DPD sempat menanyakan kepada masyarakat tentang bagaimana cara menyelesaikan kasus ini segera yaitu dengan cara bertemu dengan Bupati secara langsung. Untuk itu, dua anggota DPD akan memfasilitas 10 orang perwakilan masyarakat agar bisa hadir di Soe pada hari Sabtu malam (27/01/07). Namun jika tawaran ini tidak disetujui dan masyarakat masih tetap mengingkan pencabutan ijin pertambangan maka jalan satu-satunya yang bisa ditempuh yaitu melalui proses hukum.
Mendapat tawaran seperti itu, dengan tegas masyarakat tetap menolak. "Jika Bupati bersungguh-sungguh ingin menyelesaikan kasus ini, silahkan Bupati datang dan berkunjung di lokasi. Kami tidak mau ada perwakilan tapi Kami ingin semua masyarakat bisa mendengar dan ikut dalam pembicaraan tersebut" ungkap Bpk Melky Sedek Oematan.
Trauma Masyarakat
Penolakan masyarakat untuk bertemu secara perwakilan dengan Bupati di Soe bukan tanpa alasan. Penolakan ini juga bukan berarti masyarakat tidak ingin menyelesaikan kasus ini secepat mungkin. Ada banyak pengalaman yang dialami masyarakat yang membuat masyarakat trauma, takut untuk bertemu dengan Bupati melalui perwakilan.
Pengalaman seperti ini pernah dialami oleh dua orang tokoh masyarakat yaitu Bpk. Melky Sedek Oematan dan Willian Oematan yang bertemu dengan Bupati pada saat masyarakat menduduki kantor Bupati (bulan November 2006). Akibat pertemuan ini pihak Bupati menyatakan bahwa dia sudah melakukan pertemuan dengan masyarakat dan kasus dianggap telah selesai.
Disamping itu setelah pertemuan berlangsung, Bupati melalui Dinas Sosial menurunkan/ memberikan beras sebanyak 2 ton di rumah kedua orang tersebut. Pemberian beras dua ton ini membuat bingung kedua tetua adat ini karena mereka merasa tidak pernah meminta kepada Bupati dan hal ini bisa menjadi fitnah bagi keduanya. Atas kesepakatan dengan masyarakat pada akhirnya beras ini kemudian diminta untuk ditarik kembali oleh Bupati.
"Perjuangan yang Kami lakukan bukan untuk meminta beras, tapi perjuangan Kami untuk menolak tambang", kata beberapa Mama. "Kami masih bisa makan dengan hasil kebun Kami dan silahkan beras itu diambil kembali. Jangan coba menyuap masyarakat dengan pemberian beras atau apapun juga", ungkap Mama Lodia saat itu.
Alasan lain penolakan yang dilakukan masyarakat, bahwa selama ini masyarakat telah datang beberapa kali ke kantor Bupati agar bisa bertemu secara langsung. Namun yang terjadi, Bupati selalu menghindar malah mengusir masyarakat dengan menggunakan para preman. “Buat apa Kami bertemu dengan Bpk Bupati sekarang, jika Bupati mau bertemu silahkan datang ke lokasi dan berdialog langsung dengan masyarakat”, ungkap Bpk. Melky Sedek Oematan. “Kami menolak bertemu dengan Bupati di Rumah Dinas, bukan berarti Kami menolak penyelesaian kasus ini secepatnya. Kami takut jika pertemuan nanti hanya perwakilan akan dimanfaatkan Bupati untuk memaksa Kami menerima tambang”, ungkap Vicka Mael.
Atas kondisi inilah, niat baik anggota DPD untuk mempertemukan masyarakat dengan Bupati tidak berhasil untuk saat ini. Rasa trauma dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap Bupati harus dipulihkan terlebih dahulu sebelum diadakan pertemuan, sehingga perlu dicari jalan keluaranya kembali.
Engin ummæli:
Skrifa ummæli