12.06.2006

Pendudukan Kantor Bupati 2

Pendudukan Kantor Bupati 2 


Kupang, Rabu, 6 Desember 2006
1. Situasi Pendudukan
Aksi pendudukan kantor Bupati telah berjalan 13 hari (secara keseluruhan aksi pendudukan telah berlangsung selama 2 bulan), namun masyarakat adat desa Kuanoel, Fatumnasi dan beberapa desa lain di wilayah Molo masih tetap bertahan. Bapak-Bapak, Mama-mama serta para pemuda/i tidak mau beranjak dari lokasi pendudukan sebelum bertemu dengan Bupati yang harus menghentikan selamanya/ sementara ijin pertambangan.

"Kami tidak akan pulang sebelum bertemu dengan Bapak Bupati Daniel Banunaek untuk segera menghentikan ijin tambang. Disamping itu, Oto (Excavator) juga harus segera dikeluarkan dari lokasi karena bikin kepala Kami pening", begitu ungkapan para Mama-mama. Meskipun demikian, Bpk. Bupati yang ditunggu-ditunggu juga belum menampakkan batang hidungnya, malah cenderung menghindar. Sejak pendudukan di kantor Bupati, Bpk. Daniel Banunaek tidak pernah berkantor/ berada di lokasi dan memindahkan sementara kantornya di rumah Dinas.

Sikap keras kepala dari Bupati tersebut disambut oleh masyarakat dengan melakukan pendudukan/ pengepungan kantor Bupati. Pada hari Sabtu (2/12/06) dan hari Selasa (5/12/06) masyarakat yang biasanya hanya duduk-duduk di depan kantor Bupati mulai merangsak maju menutup pintu depan kantor Bupati sehingga para pegawai yang akan masuk kantor
harus berputar.

"Bapak Bupati telah mengganggu kehidupan Kami selama ini. Seharusnya pada musim-musim seperti ini Kami sudah mempersiapkan lahan untuk segera tanam di kebun, tapi karena Bupati memberi ijin pada tambang maka membuat hidup Kami lebih susah. Penutupan pintu kantor Bupati tidaklah membikin susah Bpk Bupati maupun para pegawai karena mereka akan tetap bisa hidup dengan gaji yang mereka terima. Tapi bagi Kami yang tidak pernah menerima gaji, meninggalkan ladang di saat-saat seperti ini merupakan ancaman bagi kehidupan Kami kedepan", kata Mama Lodia.

Dalam menghadapi musim hujan yang berarti musim tanam bagi masyarakat, telah dibagi beberapa kelompok yang akan pulang terlebih dahulu untuk segera mempersiapkan lahan. Sedang yang lain masih tetap bertahan dilokasi sambil menunggu masyarakat lain yang sudah selesai bercocok tanam. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kekosongan di lokasi pendudukan (kantor Bupati).

2. Sikap Elit Politik

Meskipun masyarakat telah menduduki kantor Bupati selama 13 hari, sikap elit politik (Eksekutif dan Legislatif) di Kabupaten TTS, Provinsi maupun Nasional belum menunjukkan keseriusannya. Sikap untuk bermain dibelakang dan tidak mau/"berani" tampil di depan lebih nampak dari sikap-sikap yang diambil selama ini.

Meskipun anggota DPRD baik Kabupaten maupun Provinsi dan juga anggota DPRRI telah datang dan mengunjungi lokasi namun mereka masih obral janji dan belum ada tindakan kongkrit. Hal yang lebih aneh lagi ditunjukkan oleh beberapa anggota DPRD Kabupaten TTS yang sempat mengunjungi masyarakat saat pendudukan kantor Bupati beberapa waktu
lalu dan mengatakan,"Maaf Bapak-Bapak dan Mama-Mama, saat ini Kami sedang reses dan melihat kok ada masyarakat duduk-duduk disini sehingga Kami mencoba untuk datang. Sampai dengan saat ini Kami tidak tahu menahu tentang permasalahan yang dihadapi oleh Bapak-Bapak dan Mama-Mama sekalian sehingga Kami mengundang untuk bicara bersama tentang hal ini. Dan yang perlu diketahui bahwa kehadiran Kita disini bukan mengatasnamakan lembaga tapi Kami mengatasnamakan individu", begitu ungkapan salah seorang anggota DPRD Kabupaten TTS yang hadir.

Pernyataan anggota Dewan seperti ini sangat aneh dan tidak masuk akal bagi Kami yang menunjukkan bahwa mereka tidak berani secara tegas memberi dukungan kepada masyarakat. Hal yang lebih aneh lagi adalah bahwa anggota DPRD Kabupaten telah mengunjungi lokasi selama dua kali namun kenapa mereka tidak tahu sama sekali????

Nampaknya masyarakat harus tetap berjuang sendirian, walau mereka telah memilih para wakil rakyat yang saat ini telah duduk di kursi DPRD Kabupaten/ Provinsi maupun pusat karena dipilih oleh mereka. "Jika mereka tidak mampu membantu Kami, jangan salahkan Kami jika untuk pemilu mendatang Kami tidak akan memilih mereka atau bahkan tidak akan
ikut mencoblos" begitu ungkapan beberapa masyarakat.

3. Rencana Kedepan

Aksi pendudukan kantor Bupati maupun pendudukan lokasi tambang akan tetap dilakukan oleh masyarakat sampai dengan; Bupati menemui masyarakat, Bupati mengeluarkan surat ijin penghentian selamanya/ sementara dan Oto (Excavator) keluar dari lokasi. Jika tiga hal itu
tidak dipenuhi maka masyarakat akan tetap bertahan.

Melihat sikap Bupati yang masih tidak mau bertemu/ menggubris masyarakat maka perjuangan yang akan dilakukan oleh masyarakat adat desa Kuanoel, Fatumnasi dan desa yang lain masih akan panjang. Kegagalan masyarakat mengusir investor untuk keluar dari lokasi tambang berarti akan melegalkan dan memuluskan rencana pertambangan lainnya di tanah Mollo yang kaya akan sumber daya alam khususnya marmer. Jika itu terjadi maka kerusakan lingkungan, pencemaran air, kemiskinan, kelaparan akan selalu menghantui masyarakat setiap tahunnya. Dukungan dan tekanan dari banyak pihak masih sangat dibutuhkan disini untuk menghentikan seluruh ijin pertambangan di Bumi Mollo yang tidak akan pernah memberi kesejahteraan bagi masyarakat.

Untuk mengetahui secara langsung situasi lapangan, kawan-kawan bisa menghubungi;
1. Melly Oematan/ Pak Mel : 081353743746
2. Mak Leta : 081318967319
3. Theos/ Arit via HP Yati : 085239329345

Engin ummæli: