Up date Situasi Lapangan
Jum-at, 17 November 2006
"Membangun Kolektivitas"
Pada saat ini masyarakat Desa Kuanoel dan Fatumnasi serta beberapa masyarakat desa tetangga masih tetap bertahan menduduki lokasi tambang walau musim tanam telah tiba. Masyarakat; Mamak-mamak,Bapak-bapak, para pemuda/i, anak-anak tidak mauberanjak/ meninggalkan sedikitpun lokasi tambang walau sudah berjalan satu bulan lebih.Udara yang cukup dingin dengan angin yang berhembus cukup kencangpada waktu malam hari, jadwal makan yang tidak menentu yang kadang hanya makan ubi saja dan air minum yang kadang berwarna kecoklatan tidak menyurutkan masyarakat untuk menghentikan pendudukan.
Untuk menghilangkan rasa jenuh, para mamak-mamak membawa kapas untuk dijadikan benang serta membawa alat pemintal mereka untuk membuat kain tenun yang akan mereka jual/ berikan ketika ada orang yang membutuhkan.Meninggalkan lokasi berarti telah memberi ijin kepada pihak perusahaan untuk melanjutkan kerja. Meninggalkan lokasi berarti telah meninggalkan batu sendirian untuk menghadapi para pekerja dan preman bayaran dan itu tidak dikehendaki masyarakat."Kita akan tetap bertahan disini walau berapa orang-pun, walau hujan datang dll untuk menunjukkan penolakan Kita terhadap perusahaan sehingga biar Bupati tahu", begitu kata Mama-mama dan Bapak-Bapak disana. Para Mama-mama ini akan segera berlari menghadang excavator jika mesin berbunyi dan itu sudah ditunjukkan beberapa kali oleh mereka walau resikonya sangat tinggi (Baca kronologi Semi Lengkap dari Lapangan Aksi Tolak Tambang Ds.Kuanoel tanggal 2 November).
Kebersamaan dan kolektivitas terus dibangun oleh masyarakat untuk melakukan perlawanan. Para mama-mama dan Bapak-bapak membawa sayur-mayur,ubi-ubian, pisang, kayu bakar yang diambil dari kebun untuk makan selama pendudukan. Beras sering mereka ambil terlebih dahulu dari toko(berhutang) dan baru mereka bayar ketika sudah dapat dana. Anak-anakmuda (laki dan perempuan) pergi ambil air yang harus berjalan kurang lebih 2 kilometer karena air di sekitar lokasi sudah tidak dapat mereka pakai karena sudah tercemar.
Keteguhan masyarakat desa Kuanoel dan Fatumnasi untuk menjaga batu bisa dilihat pula pada saat mereka melakukan pengusiran terhadap Tim dari Kabupaten yang datang ke lokasi pada hari Selasa,13 November 2006.Alasan pengusiran oleh masyarakat yaitu; bahwa mereka tidak membutuhkan dan tidak mau bertemu dengan Tim dari Kabupaten maupun yang lain karena tidak ada manfaatnya. Mereka hanya mau bertemu dengan BUPATI yang harus segera mencabut ijin pertambangan di seluruh wilayah Molo. Bagi masyarakat sudah tidak ada alasan lagi bagi Bupati untuk tidak mencabut ijin pertambangan dan masyarakat sudah tidak maudibodohi oleh siapapun.
Alasan lain pengusiran Tim dari Kabupaten adalah mereka mencoba mengintimidasi dan mencari-cari informasi keterlibatan orang-orang luar (PIKUL dan OAT) agar segera keluar dari lokasi. Mereka menuduh orang-orang luar sebagai provokator, penghasut masyarakat yang harus keluar dari Fatumnasi.Kasus serupa pernah terjadi pada awal aksi ketika Kapolsek (YahyaSehlan) datang ke lokasi dan meminta KTP orang-orang luar namunKita tolak sehingga Kapolsek menginstruksikan untuk menangkap Kita.Atas dua alasan tersebut kemudian Mama-mama mengusir dan mengantar TIM untuk masuk ke mobil dan segera meninggalkan lokasi.
Sebagai langkah perjuangan selanjutnya, masyarakat berencana untuk melakukan pendudukan kantor Bupati yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini (waktu belum ditentukan karena masih terus kita bahas danlihat perkembangan). Pendudukan ke kantor Bupati ini merupakan aksi perlawanan langsung yang ingin ditunjukkan masyarakat kepada Bupati bahwa seluruh masyarakat menolak pertambangan dengan alasan apapun.Bupati atau siapapun tidak memiliki hak untuk memberikan ijin pertambangan sehingga SELURUH PERTAMBANGAN DI MOLO HARUS DIHENTIKAN.
Kebersamaan, kolektifitas dan komitment kembali ditunjukkan masyarakat untuk mempersiapkan pendudukan. Pada saat ini telah dibangun sebuah tim/ kelompok untuk melakukan penggalian dana. Salah satu usaha yang mereka lakukan adalah setiap kelompok/tim akan bekerja mengolah lahan milik masyarakat dengan mendapat upah/ imbalan sebesar Rp. 20.000 untuk setiap are tanah yang mereka garap. Ada beberapa kelompok dan lahan yang mereka garap sekarang ini dan uang yang mereka dapat segera dikumpulkan kepada Tim yang telah dibentuk. Dari usaha ini masyarakat telah mampu mengumpulkan uang sejumlah Rp. 1.200.000,- (sampai dengan tulisan ini dibuat) dan masih akan terus bertambah untuk persiapan aksi pendudukan yang memang butuh banyak biaya. Dan selama bekerja tersebut, lokasi tambang tetap tidak ditinggalkan.
Kegigihan, keteguhan hati, komitment para Mama-mama, Bapak-Bapak,dan Anak-anak muda disana harus terus menerus kita support dan Kita jaga. Bentuk dukungan sekecil apapun dari Kita akan menambah keyakinan atas perjuangan yang mereka lakukan. Desakan ke Bupati, kampanye dimedia, mengunjungi lapangan atau bahkan support logistik akan mampu memberi semangat dan kesadaran kepada mereka bahwa, MEREKA TIDAK SENDIRIAN. Masih banyak KAWAN yang mendukung perjuangan ini.
Engin ummæli:
Skrifa ummæli